Oleh :
Abd. Gafur_A1C012001_Fakultas ekonomi_Universitas Mataram
Abd. Gafur_A1C012001_Fakultas ekonomi_Universitas Mataram
Belakangan ini
berbagai wacana tentang kekompetitifan perekonomian suatu daerah, termasuk di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB) terus-menerus didengungkan di berbagai tempat. Tidak
hanya muncul dalam pemberitaan media, melainkan dapat terlihat dari banyaknya
agenda seminar serta diskusi formal ataupun non-formal yang tidak
bosan-bosannya mengangkat tema perekonomian NTB itu sendiri. Jika melihat trend Mutakhir perekonomian saat ini, memang
tidak bisa dipungkiri jika persoalan perekonomian NTB menjadi isu krusial yang
patut muncul kepermukaan. Tersebab masuknya Indonesia dalam sebuah perguliaran
kebijakan antara negara-negara yang tergabung dalam suatu komunitas yang kita sebut
dengan MEA atau Masyarakat Ekonomi Asean. Dalam pelibatan ini tentu saja, NTB
sebagai satu kesatuan yang terintegrasi dengan negara Indonesia mau tidak mau,
suka tidak suka, siap tidak siap, harus
bersedia menghadapi perhelatan perekonomian tersebut. Oleh karenanya, hal
tersebut memang terdengar logis diperbincangkan walaupun tidak sedikit
memunculkan kontroversial.
Dalam pengimplementasian
MEA nanti yang digadang-gadang akan melakukan peliberalisasian perdagangan, terkadang
tidak sedikit memunculkan suatu kekhawatiran di berbagai kalangan. Kekhawatiran
ini muncul karena melihat adanya “Bayangan suram” yang akan menimpa NTB jika terus
berada pada perhelatan MEA tersebut. Tidak sedikit kita saksikan banyak pihak
secara tidak sadar terlalu lebuy menyingkapinya
dengan dalil yang berlebihan, dan tidak
sedikit pula yang mengkambinghitamkannya sebagai sebuah kebijakan yang salah diterapkan,
belum tepat dilakukan, atau tidak sesuai dengan apa yang masyarakat inginkan.
Padahal dengan adanya pengungkapan berlebihan tersebut secara implisit menunjukkan
ketidaksiapan serta lemahnya kekompetitifan NTB sendiri. Dan tentu saja dalam jangka panjang, sedikit
tidak akan menanamkan stigma pesimis
pada masyarakat NTB untuk tidak percaya lagi pada potensi yang dimiliki.
Menjadikan
MEA Sebagai Peluang
Memang harus kita
amini bahwa, semua daerah di Indonesia, termasuk NTB sendiri sejak dulu sudah
terlalu kerepotan menangkis serangan produk negara luar, apalagi jika MEA telah
dimulai, maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Berbagai regulasipun juga
sudah sering kita saksikan marak bermunculan guna menangkis serangan tersebut. Belum
lagi lagu lama mengenai infrastruktur di beberapa tempat yang kurang memadai
dan di bagian lain Bumi Gora yang masih menyedihkan dan menyanyat hati.
Namun seharusnya kita tetap optimis, ada
serbuan asing yang kian menggembirakan, bentuknya adalah serbuan wisatawan
asing yang terus meningkat sepanjang tahun mengunjungi daerah tercinta kita ini.
Jika membuka data
statistik Secara kumulatif, selama Januari–Desember
2013, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 8,80 juta kunjungan, yang
berarti meningkat 9,42 persen dibandingkan jumlah kunjungan wisman pada periode
yang sama tahun 2012. Kenaikan jumlah kunjungan wisman ini terjadi di sebagian
besar pintu masuk utama, dengan persentase kenaikan tertinggi tercatat di pintu
masuk Bandara Internasional Lombok (BIL), Nusa Tenggara Barat sebesar 137,08
persen, diikuti Bandara Adi Sucipto, DI Yogyakarta 45,98 persen, dan
Minangkabau, Sumatera Barat 34,69 persen. Sementara itu, jumlah.kunjungan
wisman yang mengalami penurunan terjadi di enam pintu masuk dengan penurunan tertinggi di Bandara Adi Sumarmo,
Jawa Tengah sebesar 17,93 persen, dan terendah di Pelabuhan Tanjung Priok, DKI
Jakarta 1,42 persen ( Berita Resmi Statistik No. 12/02/Th. XVII, 3 Februari
2014)
Maka jika menengok data tersebut seharusnya dapat mengubah persepsi
kita bahwa MEA tidak hanya akan menjadi tantangan, melainkan akan menjadi
peluang besar bagi NTB dalam meningkatkan eksistensinya di pasar dunia terutamanya
melalui sektor pariwisata. Keoptimisan ini juga sering kali
dilontarkan oleh TGH.Zainuddin Abdul majid MA yang sekaligus menjabat sebagai
gubernur NTB sampai sekarang ini. Sebagai seorang nomor satu di NTB, beliau
menjelaskan bahwa, sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang terbesar
kedua pembentukan PDRB Provinsi NTB, dalam bentuk jasa, perdagangan, hotel, dan
restoran (www.balipost.com). Yang terpenting sekarang
adalah bagaimana NTB sendiri berusaha untuk terus kreatif meracik segala potensi pariwisata yang ada,
menjadi sebuah tawaran yang menggiurkan di pasaran internasional. Sehingga
masyarakat dunia tidak hanya mengenal Indonesia melalui pariwisata Bali saja,
melainkan ada sebuah daerah yang bernama NTB yang masih perawan, dan memang
pantas menjadi salah satu daftar tujuan yang menggiurkan.
Potensi
Wisata Syariah NTB
Sampai
sekarang mungkin tidak semua kita tahu, bahwa NTB adalah salah satu daerah yang
memiliki ragam potensi wisata syariah yang sangat besar dan lengkap. Pernyataan ini bukan sekedar retorika belaka, namun
kenyataan obyektif telah memperlihatkan bahwa wilayah yang super mungil ini
dipenuhi oleh kekayaan sumber daya alam dan ragam budaya yang cukup
melimpah. Kenyataan ini juga dipertegas oleh Dirjen MICE dan minat khusus, Rizky Handayani, yang mewakili
Kemenparekraf RI usai membuka seminar World Islamic Travel Mart (WITM) di
Jakarta menjelaskan, ada 12 Provinsi yang berpeluang menjadi contoh destinasi
wisata syari'ah yaitu Aceh, Banten, Yogyakarta, Bali, Sumatra Barat, Riau,
Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan,
dan NTB (Liputan6.com).
Terhamparnya
panorama alam yang indah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi seperti
Gunung rinjani, potensi pesantren dan kultur masyarakat
NTB yang agamis, ekspresi seni
budaya yang kaya dan beragam, letak geografis yang strategis dan kondisi iklim
yang relatif baik sepanjang tahun untuk kegiatan wisata sudah seharusnya
dinilai sebagai modal utama NTB dalam membangun wisata syariah. Selain itu
juga karena belum tersentuhnya dengan maksimal pasar wisata Timur Tengah,
sehingga menjadi peluang bagi NTB untuk mengelola wisata syariahnya.
Konsep wisata Syariah ini
pun sejalan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
yang mengintroduksi konsep pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan kode
etik pariwisata dunia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai–nilai lokal.
Pasal 5 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
menyatakan bahwa: “Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip: a. menjunjung
tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup
dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan
antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal.”
Sejalan
dengan Undang-undang tersebut, maka sudah seyogyanya konsep wisata syariah ini
diterapkan oleh NTB sebagai penyokong perekonomiannya, selain karena komponen
wisatanya yang terpenuhi juga karena kondisi budaya masyarakatnya yang kerap
kali diasosiasikan sebagai masyarakat yang kental akan nilai-nilai kebudayaan
dan keagamaan. Ini sejalan dengan tokoh Resource Based View, yaitu Barney
(1986), yang mengemukakan bahwa budaya sebagai sebuah sumber daya bisa menjadi
sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan. Dalam hal ini NTB sudah seharusnya menyelaraskan
budaya daerah dengan pilihan strategi
pembangunan perekonomiannya.
Jika wisata syariah ini
benar-benar diterapkan di NTB, menurut penulis setidaknya akan berimplikasi positif terhadap beberapa
komponen perekonomian NTB sendiri yang sekaligus akan menjadi sumbu perekonomian
dalam menghadapi MEA 2015 nanti. :Implikasi positif itu antara lain
1. Adanya
Diversifikasi Produk Lokal NTB
Sampai sekarang telah
sering kita mendengar beberapa produk unggulan NTB yang akan dipersaingkan
ketika MEA dimulai. Namun tentu saja keberadaan produk yang sudah ada belum
cukup melayani konsumen dengan tingkat selera yang tinggi dan beragam. Maka
diperlukan keberagaman produk untuk memenuhi selera konsumen yang tinggi dan
beragam tersebut guna memanjakan para konsumen sehingga tetap betah di NTB. Oleh karena itu, penerapan
wisata Syariah yang memiliki karakteristik produk dan jasa yang bersifat
universal menjadi salah satu solusi dalam memberikan kontribusi untuk memacu para pelaku
usaha di NTB dalam menyediakan berbagai produk yang beragam dan memenuhi selera.
Dengan konsep wisata syariah ini akan memberikan kesempatan para pelaku usaha
pariwisata untuk menyesuaikan atau mengaplikasikan konsep keberagaman serta
nilai-nilai etika masyarakat NTB pada produk dan jasa usahanya sehingga dapat
memperluas pasar tanpa meninggalkan pelanggan yang sudah dimilikinya. Produk,
jasa, objek dan tujuan wisata dalam Pariwisata Syariah ini pada dasarnya sama
dengan produk, jasa, objek dan tujuan pariwisata pada umumnya selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dan etika Pariwisata Syariah. Artinya,
Pariwisata Syariah tidak terbatas hanya pada wisata religi (religious
tourism) saja, tetapi juga mencakup berbagai jenis wisata lain seperti
wisata spiritual (spiritual tourism), wisata budaya (cultural tourism),
wisata sosial (social tourism), wisata liburan (holiday tourism),
wisata ekonomi (economic tourism) dan wisata politik (politic
tourism).
2.
Terserapnya Sumber Daya Lokal
Dengan potensi kekayaan
alam, Perkembangan wisata syariah yang menjadi suatu destinasi akan berpengaruh
pada semua aspek pendukung majunya daerah pariwisata, tak terkecuali Sumber
Daya Manusia (SDM). Semakin berkembangannya daerah pariwisata akan semakin
banyak SDM yang dibutuhkan. Dengan kata lain efek dari berkembanganya pariwisata
akan secara langsung dirasakan oleh masyarakat khususnya masyarakat sekitar
destinasi wisata.
Keberadaan
Universitas-universitas di NTB sebagai rahim lahirnya sumber daya insani
mungkin sampai sekarang ini masih membuka program studi pariwisata yang masih
bersifat umum. Maka dengan pemberlakuan wisata syariah ini akan memberikan
peluang universitas tersebut membuka program baru yang lebih spesifik sehingga
penyerapan tenaga insani yang lebih besar pada bidang tersebut bisa
dimungkinkan. Oleh karena itu, secara kasat mata dan kuantitas memang tidak
bisa dipungkiri bahwa efek perkembangan pariwisata mampu memberi dampak
positif, mengurangi pengangguran yang selama ini menjadi permasalahan bangsa.
3. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Terhadap Pelestarian Objek Wisata
dan Lingkungan Sekitar
Salah satu permasalahan yang sering terjadi di NTB adalah
minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya melestarikan segala objek yang
telah disediakan di NTB. Melalui wisata syariah
sebagai sistem industri, dinilai dapat memberikan peluang kepada masyarakat
NTB untuk berpartisipasi. Selain itu wisata ini concern terhadap pelestarian obyek karena obyek merupakan komponen
utamanya. Pilihan bentuk pemanfaatan ini juga dapat membantu menyentuh masalah
yang berkaitan dengan perilaku masyarakat, yaitu perilaku yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip pelestarian objek wisata. Dengan kondisi seperti itu,
perilaku partisipatif dapat diharapkan muncul. Dengan partisipasi pula
masyarakat akan menjadi pemeran utamanya. Karena sudah sepatutnya pariwisata di
NTB ini sepenuhnya “dimainkan” oleh rakyat, karena unsur-unsur yang ada di
dalamnya seperti hotel, restoran, transportasi, cinderamata dan sebagainya
selalu terkait dan bahkan memiliki ketergantungan pada produk dan jasa ekonomi rakyat.
Jadi jelas, bahwa
nilai manfaat berkorelasi positif terhadap keamanan situs arkeologi. Berkaitan
dengan hal tersebut, pariwisata akan menjadi pilihan bentuk pemanfaatan
Industri pariwisata dengan karakteristik yang unik dirasa cukup memberikan
peluang pemanfaatan situs secara berkelanjutan karena salah satu ciri
utamanya adalah menjaga keawetan (konservasi) daya tarik.
Sebagai penutup, penulis
berharap dengan melihat potensi yang dimiliki NTB tersebut dapat meningkatkan
keoptimisan bagi kita semua untuk bisa meningkatkan eksistensi NTB melalui
potensi yang dimiliki dan tentu saja hal ini membutuhkan dukungan yang kuat
dari semua elemen di NTB, bukan hanya pemerintah melainkan masyarakat, pelaku
usaha, serta semua universitas dapat mengambil peran masing-masing dalam
pendukungan program tersebut. Sebaliknya, program ini akan sulit dicapai jika
salah satu komponen terkait tidak supporting terhadap program tersebut. Untuk itu, sosialisasi dan standarisasi Parwisata Syariah
menjadi langkah pertama yang sangat penting dilakukan, mulai dari produk
seperti hotel, restoran, spa, biro perjalanan wisata dan sebagainya, sumber
daya manusia (SDM) yang akan menjadi ujung tombak pelayanan wisata syariah
seperti para tour guide dan customer service di hotel, dan promosi NTB sebagai
destinasi wisata syariah yang ramah, aman dan nyaman bagi wisatawan dari
berbagai penjuru dunia. Jika program sudah dikeluarkan oleh pemerintah, layanan
sudah disiapkan oleh pelaku usaha, SDM sudah disiapkan perguruan tinggi atau
universitas, maka masyarakat yang berada di sekitar lokasi wisata yang notabene
adalah tuan rumah juga harus mendapat pelatihan dan wawasan yang memadai. Hal
ini agar program Pariwisata Syariah dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat sekitar zona wisata syariah.
NB: kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan :)
NB: kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan :)
8 komentar:
good pak.. semoga menjadi insfirasi....
mana lagi ini krya2nya pak?
keren essaynya inspirasi sekali :)
siapa tau bisa bantu saya yang lagi belajar menulis essay pak hihi ^_^
Terimakasih temen-temen, saya juga masih belajar, tapi mudahan kekuarangan yg ada dalam essay ini bisa menjadi motivasi untuk teman-teman perbaiki di issay selanjutnya :)
@Desi semangaat buat essaynya :)
Terimakasih temen-temen, saya juga masih belajar, tapi mudahan kekuarangan yg ada dalam essay ini bisa menjadi motivasi untuk teman-teman perbaiki di issay selanjutnya :)
@Desi semangaat buat essaynya :)
Good
Keren kak @Abd Gafur. Izin Screenshoot,sebagai bahan bacaan, terus berkarya berdakwah melalui tulisan kak
Sebenarnya apa sih perbedaan penelitian kualitatif dan essay ini, kek sama gitu yeh?
Posting Komentar