“LDK (LABORATORIUM
DAKWAH KREATIF)” Optimalisasi Peran
Lembaga Dakwah dalam Menciptakan Budaya Kampus Yang Islami Sebagai Upaya Dalam
Pembentukan Karakter Anti Korupsi
Oleh
:
Abd.Gafur (
A1C012001), Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, Angkatan Tahun 2012
CP :
087863320605
1.
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara yang berbudaya. Dengan keragaman budaya yang dimiliki, tentu
diharapakan Bangsa Indonesia memiliki karakter dan budi pekerti luhur. Namun
realita di lapangan, terjadi degradasi moral yang mengancam masa depan
Indonesia. Salah satu fenomena yang menjadi pembicaraan hangat semua kalangan
adalah korupsi. Jumlah angka korupsi di Indonesia kian meningkat. Informasi
tersebut tertera dalam artikel yang diakses dari ( http:/www.akhirzaman.info)
yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara terkurup dari 16 negara tujuan
inverstasi di Asia Pasifik. Sehingga Indonesia harus menanggung beberapa
konsekusensi, seperti yang dijelaskan oleh (Maouro,1995) korupsi dapat
memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
Korupsi
adalah salah satu isu yang paling krusial yang sangat penting untuk di
selesaikan bangsa ini. hal ini terlihat dari maraknya tindak pidana korupsi
yang telah menyebar ke berbagai sektor pemerintahan, mulai dari pejabat Eksekutif,
Legislatif hingga pejabat hukum (Yudikatif). Berikut tabulasi data penanganan
Korupsi (oleh KPK) tahun 2004-2013 ( per 31 Oktober 2013, http :// acch.KPK.go.id
(Maaf tabelnya harus saya hapus karena dak muat )
(Maaf tabelnya harus saya hapus karena dak muat )
Melihat
table diatas, tentu timbul keprihatinan. Kemana akan dibawa bangsa yang
berbudaya ini ? kemana akan dibawa harapan-harapan mereka yang berada di bawah
? bagaimana air mata itu akan dihapus ?.
Banyak yang
menyatakan bahwa korupsi adalah budaya masyarakat Indonesia secara turun
temurun bahkan menjadi warisan VOC yang kala itu adalah perusahaan besar Belanda
di Indonesia yang Berjaya selama 297 tahun dan harus bangkrut akibat korupsi yang
dilakukan oleh birokrat-birokrat di dalamnya. Sedangakan berdasarkan pasal 2 UU
No.3 tahun 1999 korupsi adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Ada beberapa sebab
terjadinya praktek korupsi. Revida (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa
penyebab terjadinya korupsi adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (
23,8%), hambatan struktural administrasi (17,2%), hambatan struktural social (
7,08 %).
Ketika
kita berbicara mengenai korupsi dan mempertanyakannya “Kapankah kata korupsi
akan lenyap dari Indonesia ?” maka jawabanya sederhana. “Lihat dan perhatikan
pelaksanaan pendidikan Indonesia”, jika masih ada yang merelakan diri
kehilangan kejujuran demi selembar ijazah, maka korupsi belum berakhir.
Bahwasanya pendidikan sangat memperngaruhi kualitas moral seseorang. Pendidikan
yang terlaksana dengan bijaksana, tentu akan memberikan hasil yang berbeda.
Lalu
siapa yang merelakan kehilangan karakter demi selembar ijazah ? semua tentu
tahu “Generasi muda Indonesia“. Pemuda yang seharusnya menjawab harapan rakyat,
pemuda yang seharusnya menjadi penghapus tangis rakyat. Apakah sistem
pendidikan yang salah ?. Berjuta rakyat Indonesia menyalahkan sistem
pendidikan. Padahal, sistem tidak pernah salah. Yang salah tentu orang yang
menjalankannya. Pendidikan yang sesungguhnya adalah pendidikan yang
mengedepankan transfer of value
diiringi transfer of knowlage yang
menjadi bekal manusia untuk hidup.
Tujuan
pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945,pasal 31 ayat 3 menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan
bangsa yang diatur dengan Undang-Undang”. Kemudian untuk melaksanakan amanah
tersebut ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia nomer 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pasal 3
dijelaskan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat watak serta peradaban kehidupan
bangsa, bertujuan untuk dikembangkannya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Mahasiswa
bisa dikatakan merupakan sosok manusia yang sudah mengenal arti dari kehidupan
secara real. Ketika sesorang dengan gelar mahasiswa, bisa dikatakan bahwa Ia telah
memiliki pola fikir yang sangat idealis, yakni
pola fikir yang mengarah kepada kepentingan sosial. Sebagai generasi penerus
bangsa, sudah barang tentu mahasiswa bisa dipandang sebagai benih yang dipersiapkan
untuk difungsikan dikemudian hari. Untuk menciptakan benih yang berkualitas,
tentu diperlukan lingkungan yang relatif kondusif, yang dipenuhi oleh
nilai-nilai yang mengarah kepada karakter baik benih tersebut. Penerapan
pendidikan karakter bangsa melalui pengembangan karakter individu peserta didik
tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial dan budaya peserta didik (
syawal,2012).
Di
setiap kampus kini telah tersebar berbagai bentuk organisasi dengan berbagai
visi misi yang ditawarkannya. Mulai dari organisasi yang mengarah kepada
perpolitikan, ekonomi masyarakat, dan tidak kalah eksisnya organisasi dakwah
yang yang selalu berusaha menanamkan nilai-nilai keislaman dalam aktivitas
kampus setiap harinya
Jika
dilihat dari fungsi dan tujuannya, organisasi dakwah kampus ini sudah barang
tentu bisa dikatakan sebagai wadah yang sangat tepat untuk menjawab permasalahan
yang terjadi ditengah masyarakat sekarang ini. dengan adanya wadah ini
setidaknya akan memberikan kontribusi dalam penyaluran nilai-nilai moral kepada
calon-calon penerus bangsa kelak. namun dari hasil pantuan sampai sekarang ini,
meskipun telah banyak berdiri organisasi dakwah kampus disetiap universitas, ternyata
belum memperlihatkan hasil yang begitu signifikan. Bisa dilihat dari jumlah
anggota atau kader yang berada dalam organisasi tersebut. Tidak sedikit
organisasi dakwah ini memiliki kader yang memprihatinkan, padahal dari segi
tugas di dalam kampus, untuk menciptakan budaya yang islami tentu harus
memiliki sumber daya yang memadai.
Oleh
sebab itu diperlukan solusi untuk membangun lembaga dakwah yang lebih kreatif.
Sudah saatnya membangun lembaga yang bisa menjadi tempat bereksperimen dalam
memformulasikan dan membentuk strategi jitu dalam menciptakan karakter
seseorang. Tempat meracik segala obat yang tepat bagi beberapa pasien yang
memerlukan. Dan sudah saatnya lembaga ini memiliki dokter karakter yang
berkualitas dan profesional dalam hal pemberdayaan sosial di areal kampus.
Peran
Mahasiswa dalam dakwah islam
Dakwah islam di
kampus-kampus telah mengalami banyak perkembangan. Perubahan dan perbaikan yang
terjadi serta hasil-hasil sedikit demi sedikit dapat dirasakan. Pengelolaan
dakwah kampus dengan manhaj dakwah
kampus telah mengantarkannya pada kondisi seperti hari ini. Bergulirnya secara
masif konsep dan format da’wah kampus yang didasarkan pada tiga kompetensi
peran dan fungsi mahasiswa telah juga memperlihatkan pencapaian dan
perkembangan yang dapat dicermati.Mengacu pada konsep dan formulasi dakwah
kampus yang telah digulirkan, yaitu bahwa mahasiswa memilki setidaknya 3 peran
dan fungsi besar diantaranya;
Pertama: peran dan fungsi da’wiyah, sebagai benteng moral .
Dimana seorang mahasiswa muslim dengan keislamannya menjadi sosok manusia
berkepribadian Islam yang hidup di tengah masyarakat kampus dan menyebarkannya
kepada yang lainnya. Dengan berpagar pada prinsip, nilai dan norma Islam,
pribadi–pribadi ini hidup bersama dan berjalan dalam lingkungan kampus, yang
dikemudian hari diharapkan terbangun sebuah komunitas mahasiswa sebagai sebuah entitas moral yang masif (moral
credibility).
Kedua : peran dan fungsi intelectual, sebagai iron stock
(cadangan keras). Tak dapat dipungkiri, keberadaan mahasiswa di kampus pada
dasarnya mereka adalah orang-orang yang mencari tetes demi tetes tinta ilmu
yang mengalir dalam bangku kuliah. Ini adalah misi asasi ketika seseorang
memasuki dunia kampus sebagai mahasiswa. Sehingga budaya, kebiasaan dan cara
berfikirnya pun disinergikan dengan berbagai hal yang melingkupinya sebagai
intelektual. Cerdas, objektif , argumentatif, ilmiah dan semangat berprestasi,
itulah kira-kira serentetan sosok yang melekat pada dirinya. Dan secara futuristik kelompok masyarakat terbatas
inilah yang akan banyak berperan dalam banyak partisipasi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara secara langsung. Jumlahnya memang terbatas
dibandingkan orang kebanyakan. Karena memang kesempatan memperoleh pendidikan
yang layak dinegeri ini masih terbatas. Inilah yang coba dikembangkan oleh
da’wah kampus untuk membangun barisan intelektual yang cerdas, objektif,
argumentatif, ilmiah dan semangat berprestasi yang berafiliasi pada Islam.
Sehingga komunitas yang terbangun menjadi sebuah entitas intelektual yang bervisi keummatan. (Intelectual
credibility).
Ketiga : peran dan fungsi siyasiyah sebagai agent of change
(agen perubahan).
Sudah menjadi tabiat sosial politik di dunia berkembang, di mana dalam proses penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat acapkali terjadi ketimpangan sosial yang tak terjembatani dan unbalancing power. Pada kondisi seperti ini biasanya, kampus dan mahasiswa sebagai bagian dari gerakan pro demokrasi dan perubahan, memainkan perannya secara signifikan sebagai jembatan sosial dan balancing power. Tak pelak lagi, layaknya kekuatan politik, gerakan mahasiswa mengambil perannya sebagai ‘oposisi’ bagi kekuasaan dengan ciri dan gayanya yang khas. Dalam kondisi yang demikian, da’wah kampus mengambil bagian perannya dalam menjembatani ketimpangan sosial tersebut, dan menjadi penyeimbang kekuasaan melalui gerakan mahasiswanya, dan tentunya dengan visi mengarahkan itu semua agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik serta berpihak kepada ummat. (Social Political Crediblity)
Sudah menjadi tabiat sosial politik di dunia berkembang, di mana dalam proses penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat acapkali terjadi ketimpangan sosial yang tak terjembatani dan unbalancing power. Pada kondisi seperti ini biasanya, kampus dan mahasiswa sebagai bagian dari gerakan pro demokrasi dan perubahan, memainkan perannya secara signifikan sebagai jembatan sosial dan balancing power. Tak pelak lagi, layaknya kekuatan politik, gerakan mahasiswa mengambil perannya sebagai ‘oposisi’ bagi kekuasaan dengan ciri dan gayanya yang khas. Dalam kondisi yang demikian, da’wah kampus mengambil bagian perannya dalam menjembatani ketimpangan sosial tersebut, dan menjadi penyeimbang kekuasaan melalui gerakan mahasiswanya, dan tentunya dengan visi mengarahkan itu semua agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik serta berpihak kepada ummat. (Social Political Crediblity)
Formulasi Dakwah Kampus
kreatif
Tak bisa kita
elakkan pula dalam penyusunan strategi ini, kondisi mahasiswa dan lingkungannya
sangat unik. Sebutlah di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), di mana sebagian
mahasiswanya mungkin sudah paham Islam, sehingga mereka menilai mengikuti LDK
menjadi tidak ada manfaatnya. Akhirnya dibutuhkan pola dakwah khusus di mana organisasi
dakwah menjadi seperti pusat Inkubasi Pemikiran Islam, barulah banyak yang
mengikuti. Karena, para mahasiswa disana justru melihat organisasi dakwah
sebagai tempat belajar Islam yang lebih advance.
Dalam tulisan ini ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh lembaga
dakwah dalam meningkatkan kapasitas serta pengaruh yang lebih luas lagi dalam
penanaman nilai islam di lingkungan kampus, di antaranya sebagai berikut :
1. Kreatif dalam Membuka Jaringan ke Tokoh
Membangun jaringan
adalah sebuah langkah maju untuk mengembangkan lembaga dakwah. Jaringan di sini
adalah pihak lain, selain lembaga dakwah yang bisa jadikan partner dalam bekerjasama untuk membesarkan lembaga dakwah atau
mungkin jaringan ini bisa sebagai supporter
dari lembaga dakwah. Paradigma yang
perlu dibangun dalam jaringan ini adalah, membangun jaringan bukan berarti
ekspansi dakwah, akan tetapi dalam rangka membangun external support system bagi Lembaga dakwah itu sendiri
Tokoh adalah
seseorang yang mempunyai pengaruh luas terhadap masyarakat pada tingkat
tertentu dikarenakan potensi atau kekuasaan yang dimilikinya. Membangun
jaringan ke tokoh publik bagi sebuah lembaga dakwah juga perlu dilakukan dalam
rangka menguatkan kedudukannya di mata publik. Suatu lembaga yang diakui secara
moral, sosial maupun politik oleh seseorang akan mempunyai sebuah gain power yang bisa digunakan untuk
menguatkan daya aruh sebuah lembaga. Sebagai gambaran tokoh publik apa saja
yang bisa dijadikan objek membangun jaringan, antara lain : Tokoh seni dan olahraga ; Tokoh sosial dan
agama; Tokoh politik; Tokoh intelektual; duta besar; Pengusaha; dan Pejabat pemerintahan.
Pada persiapan awal
butuh disiapkan secara individu kader yang akan membangun jaringan ini, memang
dalam membangun jaringan, akan ada sebuah tim yang fokus pada pembangunan
jaringan ini, akan tetapi kemampuan dan kesiapan personal dalam tim tersebut
harus disiapkan dengan baik.
1.
Setiap kader jaringan memiliki perangkat
pembangun jaringan
dan identitas lembaga. (seperti kartu nama atau jaket lembaga dakwah)
2.
Memiliki database pribadi untuk mendokumentasian jaringan yang
akan dibangun.
3.
Tertanam pemahaman jaringan yang berjaringan.
Dengan kata lain, jaringan yang ada merupakan sumber penemuan jaringan
berikutnya.
4.
Kemampuan intrapersonal, adaptif, berkomunikasi, retorika, etika, bernegosiasi dan
inisiatif yang baik.
5.
Tertanam bahwa jaringan yang dibangun akan dapat mendukung gerak
lembaga dakwah
Sebagai individual perlu dibangun nilai-nilai di atas. Bentuk
persiapan bisa dengan dua hal, yakni training
dan sharing dengan kader yang lebih
berpengalaman. Kemampuan membangun jaringan perlu dilatih dan diasah, tidak
cukup hanya dnegan pandai berkomunikasi maka ia sudah bisa dikatakan ahli
jaringan, seorang kader perlu punya kemampuan lebih dari itu, ia harus
berkemampuan adaptif dengan baik, etika publik yang bisa diterima oleh
siapapun, serta kemampuan intrapersonal yang baik.
2. Kreatif Terhadap
Teknologi
Di balik perkembangan teknologi yang begitu pesat,
ternyata masih banyak kader dakwah yang belum juga mengenal apalagi akrab
dengan teknologi yang sudah jelas membantu perjuangan dakwah itu sendiri.
Setelah memposisikan diri terhadap teknologi, inilah “PR” organisasi dakwah
selanjutnya, mengenalkan kader-kadernya dengan teknologi. Terkadang ada tugas
dakwah yang urgen, seperti publikasi
kegiatan syiar Islam atau mengklarifikasi isu-isu terhadap Islam. Salah satu
contoh pentingnya teknologi yaitu ketika di Jerman diadakan voting mengenai
keberadaan Islam. Suara umat sangat menentukan dihapus atau tidaknya Islam dari
negara itu. Pada saat-saat seperti
inilah dibutuhkan kader sigap, tanggap, dan cekatan yang keahliannya dapat
dimanfaatkan kapan pun dan dimana pun. Dengan teknologi, seperti e-mail juga
dapat segera mengetahui keadaan saudara/saudari kita di Palestina. Sebuah surat
yang dikirim saudara kita langsung dari Palestina mengetuk pintu hati kita
untuk selalu bersyukur dan tetap memperjuangkan Islam.
Saat itu, hanya dengan e-mail mereka bisa
mengabarkan kita. Inilah yang Allah sebutkan dalam firmanNya “Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu merugi. Kecuali mereka yang beriman dan banyak berbuat
amal shaleh dan saling berpesan-pesanan satu sama lain dengan kebenaran dan
kesabaran” (Q.S. Al Ashr:1-3). Kini kader dakwah tidak perlu memandang
teknologi sebagai suatu petaka karena status petaka atau rahmat tergantung dari
niat seseorang dalam pemanfaatannya. Karena kita menggunakan teknologi sebagai
sarana dakwah, tentu teknologi adalah rahmat bagi kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar