Essay Nasional-LDK (LABORATORIUM DAKWAH KREATIF) (Juara Terbaik I Universitas JAMBI)

on Selasa, 30 Desember 2014
“LDK (LABORATORIUM DAKWAH KREATIF)”  Optimalisasi Peran Lembaga Dakwah dalam Menciptakan Budaya Kampus Yang Islami Sebagai Upaya Dalam Pembentukan Karakter Anti Korupsi
Oleh :
Abd.Gafur ( A1C012001), Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, Angkatan Tahun 2012
CP : 087863320605
1. PENDAHULUAN
            Indonesia merupakan negara yang berbudaya. Dengan keragaman budaya yang dimiliki, tentu diharapakan Bangsa Indonesia memiliki karakter dan budi pekerti luhur. Namun realita di lapangan, terjadi degradasi moral yang mengancam masa depan Indonesia. Salah satu fenomena yang menjadi pembicaraan hangat semua kalangan adalah korupsi. Jumlah angka korupsi di Indonesia kian meningkat. Informasi tersebut tertera dalam artikel yang diakses dari ( http:/www.akhirzaman.info) yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara terkurup dari 16 negara tujuan inverstasi di Asia Pasifik. Sehingga Indonesia harus menanggung beberapa konsekusensi, seperti yang dijelaskan oleh (Maouro,1995) korupsi dapat memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
            Korupsi adalah salah satu isu yang paling krusial yang sangat penting untuk di selesaikan bangsa ini. hal ini terlihat dari maraknya tindak pidana korupsi yang telah menyebar ke berbagai sektor pemerintahan, mulai dari pejabat Eksekutif, Legislatif hingga pejabat hukum (Yudikatif). Berikut tabulasi data penanganan Korupsi (oleh KPK) tahun 2004-2013 ( per 31 Oktober 2013, http :// acch.KPK.go.id
(Maaf tabelnya harus saya hapus karena dak muat )
            Melihat table diatas, tentu timbul keprihatinan. Kemana akan dibawa bangsa yang berbudaya ini ? kemana akan dibawa harapan-harapan mereka yang berada di bawah ? bagaimana air mata itu akan dihapus ?.
Banyak yang menyatakan bahwa korupsi adalah budaya masyarakat Indonesia secara turun temurun bahkan menjadi warisan VOC yang kala itu adalah perusahaan besar Belanda di Indonesia yang Berjaya selama 297  tahun dan harus bangkrut akibat korupsi yang dilakukan oleh birokrat-birokrat di dalamnya. Sedangakan berdasarkan pasal 2 UU No.3 tahun 1999 korupsi adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Revida (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi ( 23,8%), hambatan struktural administrasi (17,2%), hambatan struktural social ( 7,08 %).
            Ketika kita berbicara mengenai korupsi dan mempertanyakannya “Kapankah kata korupsi akan lenyap dari Indonesia ?” maka jawabanya sederhana. “Lihat dan perhatikan pelaksanaan pendidikan Indonesia”, jika masih ada yang merelakan diri kehilangan kejujuran demi selembar ijazah, maka korupsi belum berakhir. Bahwasanya pendidikan sangat memperngaruhi kualitas moral seseorang. Pendidikan yang terlaksana dengan bijaksana, tentu akan memberikan hasil yang berbeda.
            Lalu siapa yang merelakan kehilangan karakter demi selembar ijazah ? semua tentu tahu “Generasi muda Indonesia“. Pemuda yang seharusnya menjawab harapan rakyat, pemuda yang seharusnya menjadi penghapus tangis rakyat. Apakah sistem pendidikan yang salah ?. Berjuta rakyat Indonesia menyalahkan sistem pendidikan. Padahal, sistem tidak pernah salah. Yang salah tentu orang yang menjalankannya. Pendidikan yang sesungguhnya adalah pendidikan yang mengedepankan transfer of value diiringi transfer of knowlage yang menjadi bekal manusia untuk hidup.
            Tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,pasal 31 ayat 3 menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang”. Kemudian untuk melaksanakan amanah tersebut ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pasal 3 dijelaskan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat watak serta peradaban kehidupan bangsa, bertujuan untuk dikembangkannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
            Mahasiswa bisa dikatakan merupakan sosok manusia yang sudah mengenal arti dari kehidupan secara real. Ketika sesorang dengan gelar mahasiswa, bisa dikatakan bahwa Ia telah memiliki pola fikir yang sangat idealis, yakni pola fikir yang mengarah kepada kepentingan sosial. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah barang tentu mahasiswa bisa dipandang sebagai benih yang dipersiapkan untuk difungsikan dikemudian hari. Untuk menciptakan benih yang berkualitas, tentu diperlukan lingkungan yang relatif kondusif, yang dipenuhi oleh nilai-nilai yang mengarah kepada karakter baik benih tersebut. Penerapan pendidikan karakter bangsa melalui pengembangan karakter individu peserta didik tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial dan budaya peserta didik ( syawal,2012).
            Di setiap kampus kini telah tersebar berbagai bentuk organisasi dengan berbagai visi misi yang ditawarkannya. Mulai dari organisasi yang mengarah kepada perpolitikan, ekonomi masyarakat, dan tidak kalah eksisnya organisasi dakwah yang yang selalu berusaha menanamkan nilai-nilai keislaman dalam aktivitas kampus setiap harinya
            Jika dilihat dari fungsi dan tujuannya, organisasi dakwah kampus ini sudah barang tentu bisa dikatakan sebagai wadah yang sangat tepat untuk menjawab permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat sekarang ini. dengan adanya wadah ini setidaknya akan memberikan kontribusi dalam penyaluran nilai-nilai moral kepada calon-calon penerus bangsa kelak. namun dari hasil pantuan sampai sekarang ini, meskipun telah banyak berdiri organisasi dakwah kampus disetiap universitas, ternyata belum memperlihatkan hasil yang begitu signifikan. Bisa dilihat dari jumlah anggota atau kader yang berada dalam organisasi tersebut. Tidak sedikit organisasi dakwah ini memiliki kader yang memprihatinkan, padahal dari segi tugas di dalam kampus, untuk menciptakan budaya yang islami tentu harus memiliki sumber daya yang memadai.
            Oleh sebab itu diperlukan solusi untuk membangun lembaga dakwah yang lebih kreatif. Sudah saatnya membangun lembaga yang bisa menjadi tempat bereksperimen dalam memformulasikan dan membentuk strategi jitu dalam menciptakan karakter seseorang. Tempat meracik segala obat yang tepat bagi beberapa pasien yang memerlukan. Dan sudah saatnya lembaga ini memiliki dokter karakter yang berkualitas dan profesional dalam hal pemberdayaan sosial di areal kampus.
Peran Mahasiswa dalam dakwah islam
Dakwah islam di kampus-kampus telah mengalami banyak perkembangan. Perubahan dan perbaikan yang terjadi serta hasil-hasil sedikit demi sedikit dapat dirasakan. Pengelolaan dakwah kampus dengan manhaj dakwah kampus telah mengantarkannya pada kondisi seperti hari ini. Bergulirnya secara masif konsep dan format da’wah kampus yang didasarkan pada tiga kompetensi peran dan fungsi mahasiswa telah juga memperlihatkan pencapaian dan perkembangan yang dapat dicermati.Mengacu pada konsep dan formulasi dakwah kampus yang telah digulirkan, yaitu bahwa mahasiswa memilki setidaknya 3 peran dan fungsi besar diantaranya;
Pertama: peran dan fungsi da’wiyah, sebagai benteng moral . Dimana seorang mahasiswa muslim dengan keislamannya menjadi sosok manusia berkepribadian Islam yang hidup di tengah masyarakat kampus dan menyebarkannya kepada yang lainnya. Dengan berpagar pada prinsip, nilai dan norma Islam, pribadi–pribadi ini hidup bersama dan berjalan dalam lingkungan kampus, yang dikemudian hari diharapkan terbangun sebuah komunitas mahasiswa sebagai sebuah entitas moral yang masif (moral credibility).
Kedua : peran dan fungsi intelectual, sebagai iron stock (cadangan keras). Tak dapat dipungkiri, keberadaan mahasiswa di kampus pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang mencari tetes demi tetes tinta ilmu yang mengalir dalam bangku kuliah. Ini adalah misi asasi ketika seseorang memasuki dunia kampus sebagai mahasiswa. Sehingga budaya, kebiasaan dan cara berfikirnya pun disinergikan dengan berbagai hal yang melingkupinya sebagai intelektual. Cerdas, objektif , argumentatif, ilmiah dan semangat berprestasi, itulah kira-kira serentetan sosok yang melekat pada dirinya. Dan secara futuristik kelompok masyarakat terbatas inilah yang akan banyak berperan dalam banyak partisipasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara langsung. Jumlahnya memang terbatas dibandingkan orang kebanyakan. Karena memang kesempatan memperoleh pendidikan yang layak dinegeri ini masih terbatas. Inilah yang coba dikembangkan oleh da’wah kampus untuk membangun barisan intelektual yang cerdas, objektif, argumentatif, ilmiah dan semangat berprestasi yang berafiliasi pada Islam. Sehingga komunitas yang terbangun menjadi sebuah entitas intelektual yang bervisi keummatan. (Intelectual credibility).
Ketiga : peran dan fungsi siyasiyah sebagai agent of change (agen perubahan).
Sudah menjadi tabiat sosial politik di dunia berkembang, di mana dalam proses penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat acapkali terjadi ketimpangan sosial yang tak terjembatani dan unbalancing power. Pada kondisi seperti ini biasanya, kampus dan mahasiswa sebagai bagian dari gerakan pro demokrasi dan perubahan, memainkan perannya secara signifikan sebagai jembatan sosial dan balancing power. Tak pelak lagi, layaknya kekuatan politik, gerakan mahasiswa mengambil perannya sebagai ‘oposisi’ bagi kekuasaan dengan ciri dan gayanya yang khas. Dalam kondisi yang demikian, da’wah kampus mengambil bagian perannya dalam menjembatani ketimpangan sosial tersebut, dan menjadi penyeimbang kekuasaan melalui gerakan mahasiswanya, dan tentunya dengan visi mengarahkan itu semua agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik serta berpihak kepada ummat. (Social Political Crediblity)
Formulasi Dakwah Kampus kreatif
Tak bisa kita elakkan pula dalam penyusunan strategi ini, kondisi mahasiswa dan lingkungannya sangat unik. Sebutlah di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), di mana sebagian mahasiswanya mungkin sudah paham Islam, sehingga mereka menilai mengikuti LDK menjadi tidak ada manfaatnya. Akhirnya dibutuhkan pola dakwah khusus di mana organisasi dakwah menjadi seperti pusat Inkubasi Pemikiran Islam, barulah banyak yang mengikuti. Karena, para mahasiswa disana justru melihat organisasi dakwah sebagai tempat belajar Islam yang lebih advance. Dalam tulisan ini ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh lembaga dakwah dalam meningkatkan kapasitas serta pengaruh yang lebih luas lagi dalam penanaman nilai islam di lingkungan kampus, di antaranya sebagai berikut :
1. Kreatif dalam Membuka Jaringan ke Tokoh
Membangun jaringan adalah sebuah langkah maju untuk mengembangkan lembaga dakwah. Jaringan di sini adalah pihak lain, selain lembaga dakwah yang bisa jadikan partner dalam bekerjasama untuk membesarkan lembaga dakwah atau mungkin jaringan ini bisa sebagai supporter  dari lembaga dakwah. Paradigma yang perlu dibangun dalam jaringan ini adalah, membangun jaringan bukan berarti ekspansi dakwah, akan tetapi dalam rangka membangun external support system bagi Lembaga dakwah itu sendiri
Tokoh adalah seseorang yang mempunyai pengaruh luas terhadap masyarakat pada tingkat tertentu dikarenakan potensi atau kekuasaan yang dimilikinya. Membangun jaringan ke tokoh publik bagi sebuah lembaga dakwah juga perlu dilakukan dalam rangka menguatkan kedudukannya di mata publik. Suatu lembaga yang diakui secara moral, sosial maupun politik oleh seseorang akan mempunyai sebuah gain power yang bisa digunakan untuk menguatkan daya aruh sebuah lembaga. Sebagai gambaran tokoh publik apa saja yang bisa dijadikan objek membangun jaringan, antara lain : Tokoh seni dan olahraga ; Tokoh sosial dan agama; Tokoh politik; Tokoh intelektual; duta besar;  Pengusaha; dan Pejabat pemerintahan.
Pada persiapan awal butuh disiapkan secara individu kader yang akan membangun jaringan ini, memang dalam membangun jaringan, akan ada sebuah tim yang fokus pada pembangunan jaringan ini, akan tetapi kemampuan dan kesiapan personal dalam tim tersebut harus disiapkan dengan baik.
1.      Setiap kader jaringan memiliki perangkat pembangun jaringan dan identitas lembaga. (seperti kartu nama atau jaket lembaga dakwah)
2.      Memiliki database pribadi untuk mendokumentasian jaringan yang akan dibangun.
3.      Tertanam pemahaman jaringan yang berjaringan. Dengan kata lain, jaringan yang ada merupakan sumber penemuan jaringan berikutnya.
4.      Kemampuan intrapersonal, adaptif, berkomunikasi, retorika, etika, bernegosiasi dan inisiatif yang baik.
5.      Tertanam bahwa jaringan yang dibangun akan dapat mendukung gerak lembaga dakwah
Sebagai individual perlu dibangun nilai-nilai di atas. Bentuk persiapan bisa dengan dua hal, yakni training dan sharing dengan kader yang lebih berpengalaman. Kemampuan membangun jaringan perlu dilatih dan diasah, tidak cukup hanya dnegan pandai berkomunikasi maka ia sudah bisa dikatakan ahli jaringan, seorang kader perlu punya kemampuan lebih dari itu, ia harus berkemampuan adaptif dengan baik, etika publik yang bisa diterima oleh siapapun, serta kemampuan intrapersonal yang baik.
2. Kreatif Terhadap Teknologi
Di balik perkembangan teknologi yang begitu pesat, ternyata masih banyak kader dakwah yang belum juga mengenal apalagi akrab dengan teknologi yang sudah jelas membantu perjuangan dakwah itu sendiri. Setelah memposisikan diri terhadap teknologi, inilah “PR” organisasi dakwah selanjutnya, mengenalkan kader-kadernya dengan teknologi. Terkadang ada tugas dakwah yang urgen, seperti publikasi kegiatan syiar Islam atau mengklarifikasi isu-isu terhadap Islam. Salah satu contoh pentingnya teknologi yaitu ketika di Jerman diadakan voting mengenai keberadaan Islam. Suara umat sangat menentukan dihapus atau tidaknya Islam dari negara itu.  Pada saat-saat seperti inilah dibutuhkan kader sigap, tanggap, dan cekatan yang keahliannya dapat dimanfaatkan kapan pun dan dimana pun. Dengan teknologi, seperti e-mail juga dapat segera mengetahui keadaan saudara/saudari kita di Palestina. Sebuah surat yang dikirim saudara kita langsung dari Palestina mengetuk pintu hati kita untuk selalu bersyukur dan tetap memperjuangkan Islam.

Saat itu, hanya dengan e-mail mereka bisa mengabarkan kita. Inilah yang Allah sebutkan dalam firmanNya “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu merugi. Kecuali mereka yang beriman dan banyak berbuat amal shaleh dan saling berpesan-pesanan satu sama lain dengan kebenaran dan kesabaran” (Q.S. Al Ashr:1-3). Kini kader dakwah tidak perlu memandang teknologi sebagai suatu petaka karena status petaka atau rahmat tergantung dari niat seseorang dalam pemanfaatannya. Karena kita menggunakan teknologi sebagai sarana dakwah, tentu teknologi adalah rahmat bagi kita semua.

0 komentar:

Posting Komentar