FOKUS PADA TUJUAN (IMPIAN)

on Rabu, 31 Desember 2014


19 Agustus 2014 pukul 2:53
Setiap orang dalam hidupnya pasti memiliki sebuah tujuan. Dan resikonya, mereka harus mau berjuang untuk meggapai apa yang menjadi tujuannya tersebut. Namun terkadang, tidak sedikit, beberapa dari mereka menyerah di tengah jalan. Mereka beralasan karena terlalu sulitnya menempuh problematika yang ada saat mereka mulai bergerak memperjuangkan apa yang  menjadi tujuannya. Padahal, jika mereka tidak mengeluh dan terus berjuang, mereka pasti akan mencapai tujuan mereka dengan penuh kepuasan.


Apakah mungkin kita bisa mendapatkan sesuatu tanpa berjuang? Mungkin iya, jika ada orang yang memberikannya kepada kita. Tapi itu ada kelemahannya. Pertama, pemberian tersebut tentu tidak akan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kedua, tidak mungkin  setiap hari kita akan mendapatkan pemberian berkelanjutan.
Jadi, kalau semisalnya kita ingin mendapatkan sesuatu tanpa capek bersusah payah dan mengeluarkan keringat perjuangan, silakan saja tidur lelap dan bermimpi indah.


Bisa ditarik kesimpulan bahwa perjuangan untuk mencapai sebuah tujuan itu memang penting. Akan tetapi, sayangnya, banyak orang yang terlalu mudah terkecoh oleh banyaknya gangguan kecil dan tak penting yang mengganggu tingkat kefokusan. Padahal untuk meraih hasil terbaik, kita harus fokus dengan apa yang sedang dilakukan dan fokus pula pada tujuan yang ingin dicapai. Begitu sebuah kefokusan terganggu, biasanya kita akan lupa dengan tujuan awal. Itulah dalang yang membuat orang sulit untuk berhasil.


Di satu sisi kita sadar harus fokus, tapi dunia ini seakan penuh dengan hal menarik yang tidak segan mengganggu kefokusan kita. Hal-hal menarik tersebut, biasanya tidak penting, selalu menggoda dan merayu tak jemu untuk menghentikan apa yang sedang kita lakukan. Ibarat seorang wanita cantik dan seksi yang numpang lewat di hadapan kita. Kita jadi terdiam, fokus terpecah dan buyar, ngiler pun kita tidak sadar.
Hal-hal seperti ini sangat lumrah terjadi ketika kita mulai melakukan sesuatu, kemudian berhenti untuk melakukan hal lain, terus kembali bekerja, lalu berhenti untuk melakukan hal lain lagi dan seterusnya. Semua itu membuat kita sulit  fokus yang akhirnya memperlambat waktu yang kita butuhkan untuk mengerjakan sesuatu dan menyelesaikannya. Imbasnya, produktivitas kita pasti akan menurun.
Di kesempatan kali ini, saya akan mencoba memberikan 4 tips agar bisa tetap fokus dengan apa yang  diinginkan tanpa terganggu oleh siapa pun atau apa pun.

Tips #1: Bersihkan pikiran anda dari apa pun yang mengganggu kefokusan anda.

Apakah yang membuat kita pecah fokus? Biasanya dikarenakan banyak pikiran negatif yang berseliweran di otak yang mengecoh pemikiran. Hal ini memicu kefokusan kita menjadi buyar dan bahkan lupa dengan apa yang kita cita-citakan.
Disamping itu, aktivitas-aktivitas seperti terlalu terlena menggunakan gadget dan lainnya tentu saja dapat membuyarkan kefokusan dan memperlama tujuan anda dapat tercapai. Itulah yang saya sebut sebagai aktivitas pengacau fokus. Dan semua itu harus disingkirkan jauh-jauh. Jauhkan diri kita dari apa pun yang bisa menggoda kita keluar dari jalur fokus. Jika pikiran kita bersih, tidak memikirkan apapun yang mengganggu kefokusan kita, itu akan mempermudah kita menggapai apa yang dicita-citakan. You are what you think. Don’t underestimate the power of thinking.

Tips #2: Tulislah dengan Jelas Apa yang Menjadi Target (Impian)

Setelah pikiran kita bersih dan dapat fokus, langkah selanjutnya adalah kita harus tegas dalam menuliskan apa-apa yang menjadi target (impian) kita. Ingat, hal ini penting agar kita dapat berusaha maksimal memperjuangkannya. Mulailah fokus menuliskan semua target kita dengan urutan prioritas. Hal ini nantinya akan mempermudah kita untuk bergerak. Start from now, please write all of your targets clearly and wisely.

Tips #3: Berpegang teguhlah pada Prinsip.

Ketika kita telah menuliskan apa yang ingin dicapai, biasanya kita akan berupaya untuk menggapainya dengan semangat. Namun jangan salah, berbagai rintangan kecil yang  menghadang tidak jarang akan membuat fokus perjuangan kita kabur. Maka jangan heran jikalau semangat berjuang menggapai sebuah tujuan sering naik-turun.
Hal ini tentunya sangatlah disayangkan ketika kita mepunyai tujuan (impian) besar namun terhenti dikarenakan sesuatu hal yang sepele. Maka solusinya, berpegang teguhlah dan fokus pada prinsip yang telah diikrarkan. Jadikanlah prinsip itu sebagai pemacu semangat dan cambukan bagi kita untuk terus berjuang. Keep focus on your principle. Remember it,please!

Tips #4: Lakukanlah dengan Ulet, Tekun, dan Sungguh-sungguh

Setelah pikiran bersih, target sudah jelas tertulis, dan berpegang teguh pada prinsip, maka tips terakhir adalah lakukanlah dengan penuh keuletan, ketekunan, dan sungguh-sungguh dalam menggapai semua yang diinginkan. Cobalah buat sebuah imajinasi kesuksesan yang dapat meningkatkan semangat dan kefokusan kita. Terlebih, bayangkanlah selalu raut wajah orangtua yang akan sangat bahagia jika melihat anaknya sukses. Jadi, berjuanglah maksimal dengan fokus pada prinsip terhadap apa yang diinginkan sampai titik darah penghabisan. If you want to get something that never you get before, you should do the effort that you never do before. On the other hand, you must fight maximally and seriously.
Itulah 4 tips yang dapat saya bagikan. Semoga 4 tips diatas dapat memberikan pencerahan bagi pembaca agar bisa lebih fokus terhadap apa yang menjadi tujuan dan cita-cita. Janganlah ragu untuk bermimpi. Bermimpilah sebanyak-banyaknya selagi itu gratis. Namun, jangan hanya sekadar mimpi, lakukanlah sebuah tindakan nyata yang jelas dan fokuslah pada tujuan. If you believe to your own self that you are able to reach all of your goals, so do everything you can do as well. don’t ever think that you are nothing. Make sure yourself that you are able to be something.
(Ramlan)
"Impianku harus lebih tinggi dari JAM GADANG itu !!" karena aku percaya akan potensi yang kumiliki saat ini... JEPANG, Korea, AS, PARIS, dan Mekkah !! Aku pasti kesana !!
Insyaallah



Training Leadership - Universitas JAMBI

TANGGAL 27 s/d 31 MARET 2014

Setiap orang pasti akan menjadi seorang pemimpin, entah menjadi pemimpin dalam lingkungan masyarakat, negara, keluarga atau bahkan menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri.maka untuk menjadi sosok pemimpin yang ideal tersebut, diperlukan berbagai persiapan-persiapan yang matang guna mencetak kade-kader pemimpin yang tepat untuk masa depan.

kenapa harus di persiapkan ??. itu penting karena seorang pemimpin memegang peranan strategis dalam suatu kehidupan, yakni sebagai pengarah, pendorong, penjaga, penertib sehingga arus kehidupan akan menjadi lebih terarah dengan baik. bayangkan saja dalam suatu masyarakt tidak ada pemimpinnya, maka sudah dipastikan setiap orang akan berusaha mementingkan dirinya sendiri dan melupakan hak orang lain. sikap semau mau tanpa ada sebuah aturan dari seorang pemimpin hanya akan melahirkan kekacauan. oleh karena itu peranan pemimpin tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan..

Dewasa ini, telah banyak kita saksikan sosok pemimpin karbitan, atau pemimpin yang tiba-tiba muncul tanpa adanya proses pengkaderan. proses pengkaderan yakni, proses dimana seseorang akan diberikan sejumlah tugas atau latihan guna meningkatkan kecerdasan yang tidak hanya pada aspek intelektual semata, melainkan secara keselurahan (intelektual, emosional, spritual). namun dalam kenyataannya, banyak pemimpin yang hanya bermodal intelektual semata dan melupakan unsur lainnya, lebih-lebih unsur spiritual. maka tidak heran jika kita sering menumukan pemimpin-pemimpin yang sudah di berikan kepercayaan atau mandat menyalahgunakannya demi kepuasan dan kepentingan pribadi semata. 

Menjadi seorang pemimpin ideal memanglah tidak mudah. Ia ibarat BATU BERLIAN. ketika menjadi batu berlian yang sempurna, ia harus melewati banyak hal yang terkadang menyangkitkan. di pukul, di potong, di gosok-gosok.. tentu saja semua itu sangat lah menyakitkan. begitu juga seorang manusia, ketika ia berkomitment untuk menjadi seorang pemimpin ideal. maka ia harus bersiap-siap meneriama pahitnya sebuah tantangan, cacian, rasa capek yang mendalam, fikiran terkuras memikirkan banyak hal dan lain sebagainya. namun lihatlah apa yang terjadi akhirnya. ia akan menjadi sosok yang menjadi tauladan yang di harum-harumkan semua orang. ketika ia sudah meninggal, kenangannya akan tetap hidup di benak semua orang.

TERUNE-DEDARE SASAK 2014

25 s/d 27 AGUSTUS 2014

seiring perkembangan zaman, keberadaan kesenian dan kebudayaan lokal Indonesia tersebut patut dikhawatirkan. Pasalnya, era globalisasi yang membuka proses lintas budaya (trans cultural) dan silang budaya (cross cultural) yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya yang satu dengan lainnya (Saptadi, 2008). Situasi yang kemudian muncul adalah, Indonesia menjadi salah satu pasar potensial berkembangnya budaya asing milik negara maju berkekuatan besar, Sehingga mengancam budaya-budaya lokal yang telah lama mentradisi dalam kehidupan sosiokultural masyarakat Indonesia (Mubah, 2011).

Jika ditelaah lebih jauh, budaya lokal mempunyai arti yang sangat penting bagi suatu bangsa. Selain dalam pembangunan karakter bangsa, budaya lokal di setiap daerah juga memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan semangat nasionalisme, karena kesenian budaya lokal tersebut mengandung nilai-nilai sosial masyarakat (Eki, 2014). Oleh karena itu, pemerintah serta masyarakat berkewajiban untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya lokal tersebut.


Masalah minat para remaja sebagai generasi penerus bangsa terhadap budaya lokal sekarang ini juga memang patut dipertanyakan. hal ini bisa kita saksikan pada rendahnya minat remaja pada hal-hal yang  terkait dengan kebudayaan. nilai-nilai  budaya yang telah ditinggalkan ternyata kalah pamor dengan budaya-budaya baru  yang lahir dari rahimnya budaya orang-orang asing. meraja lelanya budaya feshion asal korea mampu menghipnotis para generasi muda terlelap tidur di atasnya. lagu-lagu yang mengumbar kebebasan dapat dijumpai dimana saja layaknya bak air di musim hujan. dan hal-hal seperti inilah yang terjadi sekarang di berbagai pelosok tanah air, termasuk didalamnya generasi sasak yang sudah semakin banyak menghilang.

Pemilihan Terune dedara Sasak merupakan salah satu langkah cerdas yang diambil oleh dinas kebudayaan dan pariwisata NTB dalam menyingkapi permasalahan ini.  dengan adanya event ini diharapkan akan mampu melahirkan insan-insan yang tidak hanya beridentitas orang sasak, namun mampu memahami dan mengahayati segala kebudayaan orang sasak. selain itu juga melalui event-event ini kepunahanan akan budaya begawe, ngurisan, nelu, mituq, nyatus, nyeribu, langar, dll. akan selalu terlestarikan dengan adanya generasi yang siap mempelajari dan meneruskan budaya tersebut

Opini Mahasiswa- Korupsi, Mahasiswa, dan Mentoring Agama (Juara Terbaik III)

on Selasa, 30 Desember 2014
Oleh :
Abd. Gafur_Universitas Mataram_087863320605

Indonesia boleh bangga sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman suku, agama, dan budaya. Mungkin juga bangga akan kemajuan peradaban masa lalunya. Tapi kini tidakkah ada hal baru atau prestasi yang pantas kita banggakan?  Salah satu prestasi sesungguhnya bagi bangsa Indonesia adalah bila bangsa Indonesia mampu memberantas korupsi di negeri tercinta ini.
Indonesia sendiri termasuk negara dengan budaya timur. Timur adalah tempat matahari terbit, hari yang tak pernah gelap karena cahaya selalu menerangi. Di mana budaya timur selalu lebih terang dibanding budaya barat tempat matahari terbenam. Di mana moral dan etika adalah harga diri tertinggi seorang timur. Itu secarik filosofi yang pernah disampaikan dalam film Shanghai Noon (2000). Namun filosofi tinggal filosofi, kini hanya menjadi sepenggal kalimat yang sudah tak berlaku di negeri yang mengaku berbudaya timur ini. Kecerahan mulai luntur bahkan mungkin matahari sudah tak mampu terbit dari timur. Perbuatan, tingkah laku, penyimpangan-penyimpangan semakin membuat gelap batang hari. Mungkin jika Ibu Kartini masih hidup sampai sekarang, Ia akan menyesal karena telah membuat buku berjudul habis gelap terbitlah terang. Karena pada kenyataannya sekarang habis gelap bukan malah terbit terang tapi semakin terbit gelap.
Munculnya statement pesimis di atas, tersebab melihat fenomena sosial yang telah terindikasi oleh penyimpangan yang banyak  berhamburan sekarang ini. Dan seakan fenomena ini menjadi sebuah pengungkap wajah aslinya negeri ini. kita mulai dengan kata korupsi yang sudah tak asing lagi dalam prilaku bangsa kita, para koruptor yang semakin kaya raya, pendidikan seperti anak tiri yang ditelantarkan, kemiskinan yang tak kunjung mereda bagai segerombol lalat yang dibiarkan hinggap di gundukan sampah, agama adalah topeng yang menjijikkan, hukum seperti selimut yang diperjualbelikan, uang adalah tuhan, kejujuran seperti suatu keajaiban dalam negeri dongeng, dan ketika KUHP sudah diartikan “Kasih Uang Habis Perkara”.
Maka tidak heran jika fenomena di atas diikuti dengan banyaknya ungkapan miris yang keluar dari sebagaian besar orang. Katanya tanah ini tanah surga. Katanya negara ini sudah merdeka. Katanya negara ini negara hukum. Kenyataannya tanah ini memang tanah surga untuk kalangan elit, untuk korupsi sebanyak mungkin sangat mudah. Negara ini memang sudah merdeka, merdeka untuk mereka yang berharta. Merdeka untuk koruptor, namun belum merdeka untuk para maling sandal di kampung. Negara ini memang negara hukum bagi rakyat miskin bersalah yang tak mampu membayar hukum, bagi para maling kelas teri hukum mungkin masih berlaku. Namun hukum tak berlaku bagi yang mampu membeli hukum.
Jika ditelusuri lebih jauh lagi, kasus korupsi di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Berita tentang korupsi sudah menjadi tontonan wajib setiap hari disemua stasiun televisi lokal, nasional, maupun berita internasional. Prilaku korupsi ini seakan menjadi penyakit kronis yang perlahan menggerogoti jantung bangsa Indonesia. Menghancurkan aspek kehidupan dari segala arah. Dia muncul menjadi iblis yang haus dengan dahaga keserakahan. prilaku korupsi ini datang mengahampiri siapa saja. Bagi yang kuat imannya akan bertahan. Namun, bagi yang lemah imannya akan jatuh dan terperangkap dalam lubang korupsi itu.
            Dan jika kita analogikan korupsi layak disandingkan dengan narkoba. Sekali mencoba akan ketagihan dan akhirnya akan ketergantungan. Korupsi menawarkan kemewahan duniawi sesaat yang menggiurkan. Maka tidak heran, jika sekarang kita melihat begitu banyak pejabat yang terjerat dalam kasus korupsi, walupun dalam hati kita bertanya “ untuk apa mereka melakukan korupsi ? uang banyak, pangkat bagus, rumah mewah ?”. Tentu saja semua ini berawal dari hasrat yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilki. Selalu merasa kekurangan walaupun telah memiliki segalanya.

Memang kita harus amini, sikap egois dan rakus merupakan dosa asal atau fitrah manusia, di dalamnya terkandung benih-benih megalomania yang bila dibiarkan tumbuh, akan berkembang menjadi perilaku yang tercela dan semakin kronis. Dari situlah penyakit menahun yang disebut korupsi terlahir. Suatu penghianatan yang menciderai kehidupan sosial, utamanya kesucian akan aspek perpolitikan. Sehingga tidaklah heran jika mereka yang terdzalimi beranggapan bahwa politik adalah barang paling kotor, kepongahan yang mengorbankan manfaat bersama untuk kepentingan sebagian orang atau golongan. Korupsi memecah belah, menimbulkan keadaan tidak stabil dan mengkhawatirkan, membuat orang apatis kepada penderitaan saudara setanah airnya, kehilangan rasa peka karena keputusan-keputusan penting diambil berdasarkan pertimbangan pribadi tanpa memperhitungkan akibatnya bagi publik.
Wabah korupsi memang telah menjamah seluruh elemen. Banyak  pejabat publik yang notabene diberi kepercayaan untuk mengelola sumber daya dari masyarakat,menegakkan undang-undang dan bertindak jujur dalam pemerintahan. Tetapi kebanyakan mereka lupa diri bahwa mereka adalah milik publik, dan kemudian berbalik menganggap publik sebagai musuh.
Permasalahan korupsi di Indonesia sudah sangatlah dahsyat sehingga dibutuhkan usaha yang sangat revolusioner untuk memberantas korupsi di Indonesia. Sejalan dengan hal itu, Adami Chazawi mengemukakan bahwa sebagai kejahatan yang tergolong extraordinary crime, tindak pidana korupsi jelas memerlukan extraordinary measure / extraordinary enforcement (penanganan yang luar biasa) (Chazawi, 2008).
Dampak Korupsi
Jika berbicara mengenai dampak, maka tidak lain yang akan kita bicarakan adalah mengenai dampak negatif yang akan ditimbulkan. Dalam posisinya, rakyatlah yang akan menerima porsi paling banyak akan dampak negatif tersebut, bagaimana tidak ? dengan pendapatan yang sangat rendah, mereka harus menyisihkan pendapatannya untuk disetorkan dalam bentuk pajak dengan harapan akan memproleh pengembalian dalam bentuk pelayanan yang memadai. Sungguh imajinasi yang mulia bagi kalangan tak berada. Namun seorang koruptor tidak akan pernah menyadari kerja keras ini. yang penting dapat uang, maka selesai sudsah.
Dalam hal dampak ini, akan lebih komplit jika kita melihat paparan bapak Sudjana (2008) yang mengungkapkan dampak korupsi adalah dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, mengurangi kewibawaan pemerintah, memangkas pendapatan negara, melemahkan keamanan dan ketahanan negara, merusak mental pribadi masyarakat, serta mengurangi nilai hukum bagi masyarakat. Dengan demikian, korupsi merupakan suatu tindakan kriminal yang merugikan masyarakat dan negara sehingga perlu upaya pemberantasan secara komprehensif dan sistematis.
Koruptor, Tikus Kantoran berkeliaran
Mungkin bukan uangkapan umum lagi jika para koruptor sering diasosiasikan sebagai seekor tikus. Seekor binatang yang dalam kehidupan sehari-hari sangat dekat namun sering menimbulkan masalah.  Maka tidaklah berlebihan jika sebagian orang mengatakan negeri ini sudah seperti kebun binatang dikarenakan banyak tikus-tikus masyarakat yang berkeliaran. Hampir setiap bulan ada saja nama-nama baru yang diberitakan. Mulai yang tinggal di gedung parlemen. Di kantor menteri, gubernur, dan bupati. Di kantor pajak dan pengadilan. Di markas kepolisian. Di rumah ibadah. Di perguruan tinggi hingga sekolah balita. Serta di jantung birokrasi setiap organisasi. Jika kita mengingat kembali tikus-tikus  yang pernah berkeliaran di Indonesia, maka kita akan mendengar nama-nama seperti “Izederik Emir Moeis (Anggota DPR), Murdoko (Ketua DPRD Jawa Tengah), Riza Kurniawan (Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah), Iqbal Wibisono (Mantan Anggota DPRD Jawa Tengah), Yohanes Eluay (Ketua DPRD Kabupaten Jayapura), Zulklifi Shomad (Mantan Ketua DPRD Kota Jambi), Aries Marcorius Narang (Ketua DPRD Palangkaraya), Sukarni Joyo (Anggota DPRD Kutai Timur), Andi Irsan Idris Galigo (Anak Bupati Bone/Anggota DPRD Bone), Angelina Sondakh (Anggota DPR), H. Zahri (Swasta, Direktur PT Langgam Sentosa, Ketua DPRD Pelalawan), Muhammad Faizal Aswan (Anggota DPRD Riau), M. Dunir (Anggota DPRD Riau), Taufan Andoso Yakin (Wakil Ketua DPRD Riau), E. Suminto Adi (Mantan Kasi Pelayanan Nasabah Bank Jatim, Anggota DPRD Mojokerto), Wisnu Wardhana (Ketua DPRD Surabaya), Zulkarnaen Djabar (Anggota Banggar, Anggota Komisi VII), Afit Rumagesan (Ketua DPRD Fakfak), Sumartono (Anggota DPRD Semarang), Agung Purno Sarjono (Anggota DPRD Semarang), Andi Alfian Malaranggeng (Menteri Pemuda dan Olahraga), M. Nazaruddin (Anggota DPR), (Guritno, 2012).
2
Lalu pertanyaannya, siapa yang tak kenal mereka? Mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat, tapi diam-diam menjadi penjahat. Mereka, para tikus kantoran yang harus diruntuhkan.
 Korupsi terjadi dimana-mana, selama ada manusia disana. Tabiat manusia ketika memiliki kesempatan, kekuasaan, jabatan dan niat untuk melakukan sesuatu maka akan serta merta dilakukan sesuai keinginan. Pribadi seseorang lebih banyak mempertimbangkan keuntungan dan mengabaikan kerugian yang ditimbulkan oleh apa yang dikerjakan. Mungkin saja ini dampak dari pendidikan ekonomi yang mengatakan : “ mengeluarkan modal sedikit untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.
Pencegahan korupsi yang merajalela ini perlu dilakukan dengan segera dan komprehensif, dari berbagai arah, secara serentak dan konsisten, serta sejak sedini mungkin. Dalam hal pendidikan antikorupsi haruslah dilaksanakan secara utuh, selain mengandung telaah berbagai disiplin lain, perlu melibatkan komponen psikologi yang cukup besar. Kejujuran, moralitas, kebaikan, nilai benar-salah, dan tanggung jawab sosial perlu ditelaah dalam konteks berbeda-beda agar anak sedini mungkin paham situasi ideal dan situasi riil yang sering berbeda dengan yang ideal, tetapi tetap mampu memisahkan dengan tajam mana yang pada dasarnya salah maupun benar. Kasus-kasus nyata sehari-hari dari yang sederhana hingga yang kompleks perlu didiskusikan. Misalnya, mencontek itu, dengan alasan apa pun, tetap merupakan tindakan yang salah. Menolong teman mencuri barang karena sangat butuh uang tetap hal buruk. Sangat berbahaya bila yang mengucapkan slogan antikorupsi malah sangat piawai melakukannya. “Memberantas korupsi bukanlah pekerjaan membabat rumput karena memberantas korupsi layaknya mencegah dan menumpas virus suatu penyakit, yaitu penyakit masyarakat” (Prof. Romli Atmsasmita, S.H., LL.M. : Sekitar Masalah Korupsi).
Segala permasalahan ini, apabila ditarik suatu benang merah, maka akan ditemukan sebuah konklusi logis, yaitu tidak adanya seorang inisiator yang mampu menghidupkan dan menjalankan roda organisasi dan secara persusasif mengajak pemuda-pemuda potensial di lingkungannya. Karena sejatinya, status keanggotaan pasif dan prinsip kerja swadaya yang seperti dua mata pedang ini mampu dijadikan sebuah loyalitas dan militansi terhadap organisasi, dengan syarat ada seorang inisiator yang mumpuni. Dan mahasiswa adalah kuncinya, rahasia tersembunyi di balik permasalahan ini. Mengapa mahasiswa? Mahasiswa merupakan pemuda terdidik dengan tingkat pendidikan yang sampai jenjang perguruan tinggi, memiliki kemampuan hampir mencapai tingkat kemahiran pada bidangnya, idelologi dan idealisme yang terpegang dengan kuat serta setiap ucapan yang didasarkan pada rasionalitas dan kebenaran. Mahasiswa dengan segala abilitasnya seharusnya mampu menjadi inisiator untuk menghidupkan kembali oragnisasi strategis Karang Taruna, terutama mahasiswa dengan label aktivis yang sudah penuh pengalaman dalam menjalankan roda organisasi.
Solusi Korupsi
Berbicara Anti korupsi, berarti membahas tentang segala bentuk penyimpangan dalam segala persepsi, solusi efektif dan efisien. Mengatasi korupsi tidak bisa hanya diatasi dengan spanduk, baliho, iklan-iklan, KPK, dan semua sarana yang manusia buat tanpa harus melibatkan agama dalam mensolusikannya. Penyimpangan perilaku seseorang dalam melakoni jabatan yang sedang diemban mengantarkan kebobrokan suatu lembaga dan merebaknya korupsi dalam segala lini yang ada Solusi strategis mengatasi para wakil rakyat dan pejabat ditataran pemerintahan, lembaga sosial, dan lembaga pendidikan adalah dengan memperbaiki orang-orang yang berperan paling banyak disetiap tempat-tempat yang memiliki peluang untuk korupsi. Sebagai contoh, Recruitment pegawai baru didasari dengan bidang masing-masing dan profesionalisme kerja bukan karena keluarga atau karena uang yang ditawarkan kepadanya.
Bersihkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam profesi yang digeluti, dari jabatan tinggi, dan hinakan para koruptor dikhalayak ramai. Ketegasan secara menyeluruh dan pendidikan dini dengan pendekatan agama serta diaplikasikan dengan bukti keteladanan. Tegas tidak pandang jabatan, uang, golongan, status dan semua yang menghalangi untuk dijerat hukum. Ketegasan kepada segelintar orang-orang lemah, teraniaya, dan rakyat jelata menyebabkan kekacauan dimana-mana akibat Undang-Undang dikalahkan Amplop. Para penerus bangsa yang akan menggantikan orang-orang yang sudah terlanjur tercemari, harus dipersiapkan pola pikir, Visi, Misi, Orientasi dan Motivasi agama yang diyakini. Sehingga menghasilkan para pembaharu dalam semua kerusakan yang telah terjadi Kondisi sekarang tidak mungkin langsung dibersihkan dengan tindakan secara otoriter dan sepihak. Langkah efektif dan efisien harus segera ditanamkan sejak dini sebelum terkontaminasi virus-virus korupsi. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah pembinaan dan pendidikan calon-calon penerus yang akan menggantikan para koruptor. Pendidikan yang dibutuhkan untuk para pengganti mereka yang rusak pemikirannya dan tujuan hidupnya adalah pemahaman agama. Agama merupakan sarana pencegah dan pengobat paling efektif dan efisien.
Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa gerakan mahasiswa 1998 mampu menggulingkan diktator kepemimpinan tiga dekade sang aktor utama orde baru yang syarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang disebabkan pada krisis moneter yang memiskinkan segala lini kehidupan rakyat Indonesia. Peranan mahasiswa sebagai upaya mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan tidak hanya dilakukan pada era orde baru, suatu kedigdayaan dalam orde lama yang memberi semangat merontokkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bersarang pada kepemimpinan Soekarno tidak terlepas peran mahasiswa dalam pencetusan tritura yang akhirnya lahirlah orde baru.
Mengapa Harus  Mahasiswa ?
Empat belas tahun sudah negeri ini bertransformasi menuju era reformasi menggantikan orde baru yang sudah tiga puluh dua tahun lamanya menguasai bangsa Indonesia. Namun suksesi dari orde baru ke era reformasi tidaklah seindah yang dibayangkan, karena dalam suksesi tersebut nilai KKN utamanya korupsi mendorong pengkerdilan pola pikir masyarakat yang berimplikasi acuhnya masyarakat akan permasalahan bangsa. Namun harapan masih ada, ketika melihat angka yang tercantum dalam Indeks Presepsi Korupsi tersebut sudah seharusnya kita tidak merasa kerdil dan sepatutnya optimis dalam memperjuangkanm semangat antikorupsi.
Salah satu harapan yang dimiliki Indonesia ialah urgensinya keberadaan peran mahasiswa dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah khususnya di bidang pemberantasan korupsi. Peran mahasiswa dalam hal pemberantasan korupsi juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan, terutama mahasiswa merupakan kaum akademis sebagai insan yang memiliki keunggulan intelektual karena itu merupakan modal dasar kredibilitas intelektual. Selain itu, secara sosial politik, mahasiswa merupakan bagian dari rakyat, bahkan ia merupakan rakyat itu sendiri. Mahasiswa tidak boleh menjadi entitas teralienasi di tengah masyarakat sendiri. Ia dituntut untuk melihat, mengetahui menyadari, dan merasakan kondisi riil masyarakatnya yang hari ini sedang dirundung krisi multidimensional. Kesadaran ini harus teremosionalisasikan sedemikian rupa sehingga tidak berhenti dalam tataran kognitif an sich, tapi harus terwujud dalam bentuk aksi advokasi. Dalam tataran praksis, aksi advokasi ini sering bersinggungan dengan ketidakadilan dan otoriterianisme kekuasaan. Menantang memang, namun disitulah jiwa kemahasiswaan seseorang teruji (Indra Kusumah, 2007: 16).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah mereka yang sedang belajar di perguruan tinggi (Poerwadarminta, 2005:375). Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan keerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.
Korupsi dan mahasiswa memang secara langsung tidak menjadi ikatan, karena korupsi identik dengan kekuasaan, suatu kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan, terlebih kekuasaan itu tidak limitatif. Mahasiswa yang masih menduduki usia pendidikan tidak mempunyai kekuasaan dengan sistem pemerintahan,  tetapi pola kekuasaan sudah dialami mahasiswa pada masanya dengan berbagai organisasi kemahasiswaan yang berada pada intra kampus atau ekstra kampus yang merupakan miniatur dari pemerintahan.“Eine grosse Epoche has hat das Jahrhundert geboren. Aber der grosse Moment findetein kleines Geslecht” (Sebuah zaman besar dalam abad ini telah lahir. Tetapi masabesar ini menemukan jiwa yang kerdil) – Mohammad Hatta (Untuk Negeriku).
Refleksi sumpah pemuda dilanjutkan peringatan kisah paling heroik tanggal 10 November dapat menjadi menjadi refrensi sebagai momentum kelahiran pemuda yang kritis saat ini. Sejarah yang telah terukir di masa lalu harus mulai diukir lagi untuk meneruskan ukiran indah cerita mahasiswa di masa lalu. pemuda yang dengan potensi besarnya masih terlelap dalam tidurnya sehingga harus segera dibangunkan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) seperti yang diberitakan Kompas hari Senin (28/10/2013) menunjukkan kelompok usia produktif berusia 15-65 tahun meningkat 17,1 persen dalam waktu 15 tahun  ke depan. Sensus BPS tahun 2010 mencatat, penduduk Indonesia kelompok 0 sampai 14 tahun sebesar 28,8 persen dan mereka yang berumur 15 sampai 39 tahun sebesar 32,3 persen. Jadi lebih dari 60 persen dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia berumur di bawah 40 tahun. (majalahganesha.com) .  
Secara kuantitas, itulah gambaran besarnya jumlah pemuda Indonesia. Lalu, secara kualitas potensi pemuda Indonesia meliputi idealisme, daya kritis, dinamisme, kreativitas serta fisik yang prima. Ketika semua potensi itu, baik kualitas maupun kuantitas mampu disinkronisasi dan diberdayakan, maka “raksasa” yang sedang tertidur itu akan segera bangun.Pemuda dengan berbagai karakter, kemampuan dan latar belakang merupakan sumber daya manusia yang sangat besar dan strategis bagi keberlangsungan peralihan tongkat estafet kepemimpinan dan perjuangan dalam membangun bangsa dan negara di masa depan. Meskipun demikian, kuantitas yang besar dari generasi muda dapat menjadi senjata makan tuan apabila tidak mendapatkan pembinaan dan pengembangan yang terencana dan terarah.
Perlunya Wadah Pembinaan Mahasiswa
            Pembinaan dan pengembangan terencana mutlak diperlukan untuk mempersiapkan dan memberdayakan mahasiswa sebagai lokomotif perjuangan. Sehingga tercipta iklim yang dinamis dan produktif. Selain itu, diwajibkan pula adanya afirmasi tentang pemantapan eksistensi, fungsi dan urgensi wadah kemahasiswaan. Wadah kemahasiswaan diperlukan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan serta pemberdayaan generasi muda yang akan menetaskan generasi muda yang potensial serta ideal yang memiliki kemampuan mumpuni dan produktivitas tinggi dalam kontribusi pembangunan bangsa. Seiring berkembangnya waktu, sering kali kita sudah melihat banyaknya wadah kepemudaan extra kampus yang telah berkembang, meliputi KNPI, Karang Taruna, dan berbagai bentuk peguyuban lainnya. Sedangkan pada tataran mahasiswa juga terdapat berbagai organisasi kampus seperti BEM, ormawa dan UKM lain.sehingga ini adalah modal besar yang seharusnya digunakan dalam wadah ideal dalam membangun pergerakan mahasiswa
            Secara kuantitas, jumlah mahasiwa hanya 13,28 persen dari jumlah pemuda seusianya. (bps.go.id) Fakta ini mengindikasikan urgensi yang begitu besar agar mahasiswa diberdayakan sehingga siap untuk berkontribusi nyata kepada masyarakat. Akan tetapi, masih banyak mahasiswa yang masih bersembunyi dalam zona nyaman dan enggan untuk keluar untuk menuntaskan tugasnya sebagai agent of initiation. Mahasiswa memiliki ranah-ranah strategis sebagai tempat berkontribusi untuk menginisisasi dan menghidupkan lingkungan masyarakat. Ketika tidak mampu menciptakan suatu kontinuitas, maka cukup menjadi inisiator lalu memberdayakan pemuda sekitar untuk menjalankan organisasi dan secara periodik memantau kondisi dan keberjalanan organisasi hasil inisisasi. Mungkin inilah salah satu amanat suci Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai ejawantah pengabdian kepada masyarakat.
Karakter ideal memandang masalah dengan hakekat manusia sejati tidak seperti orang pada umumnya. Menelusuri pokok permasalahan untuk meningkatkan produktifitas dan peran serta di dalam masyarakat. Terkadang terasa asing disebabkan beban yang ditanggung oleh seseorang yang memiliki karakter ideal demi terciptanya lingkungan yang kondusif. Pribadi ideal tidak luput dari perkara remeh yang menghanyutkannya untuk meninggalkan perkara yang lebih besar. Namun mampu memamfaatkan setiap momentum untuk berbuat kebaikan dan memperbaiki keadaan
Mahasiswa dalam tataran normatifnya memang secara langsung tidak terkait dengan korupsi, karena korupsi erat kaitannnya dengan kekuasaan, kekuasaan yang dimaksudkan adalah kekuasaan yang berada pada ranah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam struktur organisasi, mahasiswa memainkan peran miniatur negara yang berada pada chapter kampus yang oleh karenanya kekuasaan sebagai pemimpin suatu organisasi dapat dijadikan pembelajaran untuk tidak menggunakan kekuasaan secara absolut dan menyalahgunakan wewenang sebagai diskresi untuk menjadikan komoditi dalam penyelenggaraan miniatur negara.
Mahasiswa merupakan usia muda Mempunyai potensi yang kuat untuk mewujudkan cita-cita bangsa indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, untuk itu aktualisasi pemuda merupakan harapan besar Indonesia. Undang-Undang nomor 40 tahun 2009 mendefinisikan Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Di awal perjuangan bangsa Indonesia, seorang Mohammad Hatta yang pada saat itu berumur 26 tahun berhasil melawan ketidakadilan Belanda melalui pleidoi/pembelannya yang berjudul Indonesie Vrij (Indonesia Merdeka), betapa tajamnya tulisan pembelan Mohammad Hatta yang ditujukan untuk melawan kolonialisme Belanda terhadap Indonesia. Pada era reformasi tahun 1998, mahasiswa yang pada saat itu garda utama dalam menolak keberlanjutan orde baru memberikan dasar perjuangan berupa penggerakan aksi massa guna mengakhiri aksi kedigdayaan orde baru. Orde baru yang pada saat itu terkenal represif terhadap siapa saja mengkritik pemerintahan, tetapi begitu lemah people power mulai beraksi menggugat orde baru bersama kroni-kroninya. Saat ini, mahasiswa sebagai agent of change perlu suatu gerakan baru yang berbasiskan pada kapasitas intelektual mahasiswa guna mengimplementasikan nilainilai tri dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat).
Dinamakan Intellectual Movement (gerakan intelektual), karena pada basisnya gerakan ini didasari penanaman nilai-nilai akademisi yang diilhami dalam tri dharma perguruan tinggi. Gerakan intelektual ini juga merupakan modal pergerakan mahasiswa dalam ikut berpartisipasi menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memberikan dampak positif bagi pergerakan mahasiswa, salah satunya adanya kebebasan menyatakan pendapat dan berserikat yang tertuangkan secara eksplisit dalam pasal 28 a-j UUD NRI Tahun 1945. Adanya pengakuan akan HAM memberikan juga kesempatan terbukanya pintu-pintu demokrasi yang selama orde baru terkunci rapat, sehingga terjadi reformasi dalam aspek struktur, substansial, dan kultural dalam diri pemerintah
Terbukanya pintu demokrasi berbanding lurus dengan diversifikasi gerakan mahasiswa khususnya yang berbasiskan gerakan intelektual, yaitu: 1. Adanya legalitas pembentukan naskah akademik dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, akan tetapi previlige/keistimewahan akan pembentukan naskah akademik yang diberikan oleh undang-undang tersebut jarang sekali digunakan para mahasiswa untuk berpartisipasi dalam menciptakan peraturan perundangundangan yang ideal. Jadi, sungguh sayang sekali apabila kesempatan emas ini disia-siakan, apalagi naskah akademik merupakan roh/nyawa dari latar belakang dibentuknya undang-undang tersebut. 2. Ikut serta dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), guna melaksanakan norma transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi, biasanya Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan RDPU yang dihadiri oleh siapa saja. Bisanya RDPU dilakukan untuk membahas suatu Rancangan Undang- Undang (RUU), selain itu masyarakat juga bisa memberikan pendapat mengenai pembahasan yang terdapat dalam RUU, sehingga RUU yang nantinya akan disahkan dalam undang-undang mampu mengakomodir semua kepentingan. 3. Pengajuan uji materiil undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi faktanya pengujian materiil ini justru lebih sering diajukan oleh koruptor yang lebih dikenal dengan fenomena Corruptor Fights Back guna mengerdilkan semangat antikorupsi dengan menjudicial review UU KPK. Maka sudah seharusnya, mahasiswa juga harus memanfaatkan momentum uji materiil kepada MK guna membatalkan norma hukum yang tidak sesuai dengan tujuan negara.  4. Kajian, kajian atau yang lebih sering disebut dengan mimbar intelektual ini hendaknya dilakukan di tempat berkumpulnya mahasiswa. Lembaga pergerakan mahasiswa menyediakan fasilitas untuk menyampaikan pendapat dan mempersilahkan mahasiswa untuk berbicara dan menyatakan pendapat dalam suatu forum terkait dengan wacana gerakan. 5. Community Development (Comdev), Comdev/Pembangunan komunitas merupakan aplikasi dari nilai ketiga tri dharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Yang mana pembangunan komunitas dalam masyarakat ini bertujuan sebagai upaya pencerdasan kepada masyarakat guna menghilangkan sikap acuh masyarakat, sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat utamanya memberikan harapan itu masih ada. 6. Aksi Massa, aksi lebih popular dikenal dengan demonstrasi ialah sarana komunikasi politik untuk mensosialisasikan sebuah tuntutan atau wacana yang digulirkan. Biasanya aksi massa disertai dengan orasi dan juga penyebaran pernyataan sikap secara tertulis (Indra Kusumah, 2007: 50).
Bagaimanapun juga penggunaan aksi massa ialah optimum remedium atau sebagai obat/solusi terakhir ketika semua gerbang demokrasi/hak menyatakan pendapat telah terkunci rapat oleh penguasa. Di masa depan peran mahasiswa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik khususnya menjadi aktivis pemberantas korupsi yang lebih popular disebut sebagai fenomena Student Fight Back. Negeri ini tidaklah kerdil, negeri ini tidaklah bermental kerdil, dan negeri ini tidak pernah acuh terhadap perjuangan bangsanya, karena selama mahasiswa konsisten mengawal cita-cita bangsa ini, maka koruptor akan menjerit ketakutan berhadapan dengan sang agent of change. Bangsa ini ibarat rumah bagi rakyatnya, yaitu rumah tumpah darah Bangsa Indonesia. “You can take me out from Indonesia, but you can never take Indonesia out from me – (Merry Riana)”.
Pergerakan di bawah nauangan Mentoring agama mahasiswa
Kapabilitas dan elektabilitas pemimpin dimasa depan dapat dilihat dari mahasiswa saat ini, suatu keniscayaan biologis adanya regenerasi dari generasi tua ke generasi muda untuk meneruskan estafet kepemimpinan bangsa dan negara Indonesia. Mahasiswa yang merupakan tokoh pembaharu bangsa dimasa depan akan menghadapi suatu problemik jika dalam kepribadiannya tidak mencerminkan adanya jiwa yang menjunjung supremasi hukum, persamaan kedudukan dalam hukum (equal before the law),  dan menghargai hak asasi manusia sebagai perwujudan dari ciri-ciri negara hukum.  Sejarah kepemimpinan dimasa lalu bisa dijadikan cemin untuk penumbuhan karakter pemuda dalam pencegahan dan pemberantas Korupsi agar Indonesia yang lebih berkarakter.
Pak Soekarno pernah bilang “seribu orang tua hanya bisa bermimpi tapi satu pemuda bisa mengubah dunia”. Inilah ungkapan sakral yang terucap dari bibir seorang Ir. Soekarno tentang bagaimana kekuatan dan potensi pemuda Indonesia. Kata “pemuda” memang seharusmya terkonotasi dengan sangat indah terhadap kepahlawanan, patriotisme, keberanian dan kecerdasan. Bukan seperti dewasa ini, hal sebaliknya yang justru terjadi, kata pemuda memberikan arti terhadap westernisasi, hedonisme, hura-hura dan hal lain yang syarat akan makna negatif. Ungkapan ini tentu sangat beralasan dan rasional apabila melihat kondisi pemuda Indonesia saat ini. Narkoba, minuman keras, seks bebas, kekerasan bahkan kriminalitas menjadi realita kehidupan pemuda di masa yang seba instan ini. Hal ini pun belum mencakup produktivitas dan prestasi serta kontribusi pemuda dalam membangun masyarakat yang masih sangat rendah.
Polemik yang terjadi pada mahasiswa Indonesia menjadi hambatan untuk mewujudkan cita-cita luhur founding father bangsa Indonesia,  terlihat dari pergeseran peran mahasiswa yang berdasar pada das sollen (harapan) yaitu sebagai agent of change (agen perubahan), social control (kontrol sosial) dan agent of development ( agen pemerintahan) tetapi pada das sein (kenyataan) menjadi sosok yang mempunyai perilaku konsumtif, mengutamakan westernisasi, kepentingan pribadi diatas kepentingan kelompok, termasuk rendahnya moral sehingga terwujudnya mengambil hak orang lain yang memunculkan rekayasa sosial berupa penanaman nilai-nilai korupsi.
Karakter ideal dengan anti korupsi memiliki hubungan yang erat dengan agama. Batasan-batasan yang digariskan oleh setiap agama merupakan faktor pencegah korupsi yang paling efektif. Semua agama melarang tindakan korupsi dalam segala bentuk yang menimbulkan kerugiaan orang lain. Peran karakter ideal adalah memiliki daya kompetitif yang sehat dan selalu menghindari tindakan yang mengantarkannya jatuh dalam kehinaan
Pergeseran peran mahasiswa dalam mencintai bangsa dan negara Indonesia menimbulkan polemik berupa keinginan atau hasrat untuk menikmati kemerdekaan dengan cara yang tidak sesuai aturan yang berlaku, termasuk korupsi. Mahasiswa yang berkarakter sebagai seorang pemimpin yang mewujudkan good governance tidak dimulai dengan pembelajaran korupsi seperti berbuat sesuatu yang bertentangan dengan hukum sebagai contoh menggunakan uang organisasi untuk keperluan pribadi, mencontek ketika ujian, memberikan gratifikasi kepada dosen untuk mendapatkan nilai semester.
Kutipan kalimat dalam trilogi otobiografi Bung Hatta mendeskripsikan bahwasanya zaman yang besar akan berhadapan pada suatu penyakit pengkerdilan jiwadan mental bangsa. Bagaimana tidak?, bangsa ini telah diracuni dengan segudang pesimisme dimulai dari tata kelola pemerintahan hingga mentalitas penegakan hukum bangsa Indonesia. Kerdilnya jiwa kebangsaan ini tidak terlepas dari permasalahan korupsi yang semakin hari semakin membuat pesimis mental bangsa akan pembangunan nasional Indonesia. Jangankan untuk memberantas korupsi, di negeri ini ada anggota wakil rakyat yang juga ikut aktif memperjuangkan kegiatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tidak salah jika Guru Besar Hukum Tata Negara Deny Indrayana mengatakan dalam karyanya Negeri Para Mafioso: Hukum di Sarang Koruptor, konon ada suatu negeri para Mafioso, yang mana di negeri tersebut melakukan tindakan korupsi ialah tindakan lazim/legal dan hampir semua orang melakukannya secara telanjang kasat mata. Dan konon di negeri itulah para koruptor hidup dipuja-juga bagaikan dewa. Walaupun berada di negeri bak sarang koruptor, keoptimisan jiwa bangsa yang beradab haruslah tetap dijunjung.
Maka sebagai seorang yang digadang-gadang sebagai generasi perubah peradaban  maka sudah menjadi keharusan bagi mahasiswa memiliki keteladanan yang baik pula. Sangat tidak etis ketika kita memiliki cita-cita tinggi dalam mengubah peradaban masyarakat yang masih amburadul mejadi peradaban yang baik, sedangkan kita sebagai pelaku tidak memperbaiki diri. Namun harapan tersebut mungkin masih terasa berat direalisasikan mengingat sampai saat ini, masyarakat masih mengenal mahasiswa sebagai sosok yang sering bertindak di luar hukum, melakukan aksi demontrasi yang tidak sedikit disertai dengan aksi aksi anarkis, pengerusakan dimana-mana, berorasi dengan kata-kata kotor dan masih banyak lagi yang harus diintropeksi oleh mahasiswa itu sendiri
Dengan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan sebuah upaya intervensi
guna meningkatkan konsep diri mahassiswa melalui teman sebaya. Salah satu program intervensi yang dapat dilakukan melalui peran teman sebaya adalah dengan proses mentoring. Santrock (2007) di dalam bukunya yang berjudul Adolescence mengatakan bahwasanya mentoring merupakan program yang cocok dalam pembentukan karakter dan pendidikan bagi para remaja. Selain hal tersebut, Agustiani (2006) menambahkan cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsep diri pada remaja agar menjadi lebih positif adalah dengan
meningkatkan nilai-nilai religiusitas remaja. Oleh karena itu, dengan kombinasi
antara mentoring dengan penanaman nilai religiusitas diharapkan dapat semakin
memperkuat konsep diri remaja menjadi lebih positif, yakni melalui mentoring
Agama Islam.
Mentoring merupakan bimbingan yang diberikan melalui demonstrasi, instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur selama periode waktu tertentu.
Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang lebih tua untuk meningkatkan
kompetensi serta karakter individu yang lebih muda. Selama proses ini berlangsung, pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama. Di samping itu, relasi dari mentee ke pementor juga melibatkan karakter
emosional yang diwarnai oleh sikap hormat, setia, dan identifikasi (Santrock, 2007).
Dalam Islam, kata mentoring lebih dikenal dengan istilah halaqah atau
usroh. sebuah istilah yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran Islam.
Mentoring dilaksanakan pada kelompok kecil individu yang secara rutin mengkaji
ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12
orang. Mereka mengkaji Islam dengan kurikulum tertentu. Biasanya kurikulum
tersebut berasal dari lembaga yang menaungi kegiatan mentoring tersebut (Satria,
2010). Mentoring yang dilakukan secara rutin sepekan sekali akan membentuk
hubungan yang baik antara sesama anggota kelompok mentoring. Pola pendekatan
teman sebaya yang diterapkan menjadi program ini lebih menarik, efektif serta
memiliki keunggulan tersendiri (Rusmiyati, 2003). Selain penyampaian materi
tentang Islam, sasaran dan fokus materi juga harus disesuaikan dengan kondisi
mahasiswa agar nilai-nilai dalam mentoring tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya kegiatan mentoring ini juga didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwasanya remaja yang bergabung dalam kelompok-kelompok
mentoring lebih cenderung memiliki konsep diri yang tinggi dan lebih terdidik. Sebab dalam prosesnya para partisipan yang tergabung didalamnya mempraktikkan keterampilan interpersonal dan membantu individu dalam menjalani peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2007). Pola teman sebaya yang dibangun dalam proses mentoring memunculkan sebuah harapan bagi peserta mentoring untuk membentuk persahabatan yang kuat.Dalam hal ini, pemasukan nilai agama ke dalam pemikiran mahasiswa merupakan hal yang logis dilakukan. Agama yang diyakini membawa kemaslahatan jika dikombinasikan dengan semangat yang menggebu-gebu akan melahirkan suatu ide yang tidak hanya didasarkan cit-cita dengan iming-iming nafsu belaka, namun lebih dari itu, agama akan membawa pemikiran yang melahirkan cita-cita yang lebih mulai yang disertai dengan proses pencapaian yang mulia pula.
            Maka sudah sangat jelas jika, mentoring agama mahasiswa adalah salah satu strategi yang dapat diterapkan guna membangun kesadaran mahasiswa sekaligus sebagai penghimpun kekuatan besar mahasiswa yang dikombinasikan dengan nilai-nilai agama. Kepercayaan masyarakat diharapkan akan kembali kepada mahasiswa ketika melihat mahasiswa dapat menyuarakan aspirasi mereka dengan tata cara yang baik dan santun. Masyarakat akan lebih menghormati mahasiswa sebagai seorang yang berpendidikan tinggi tatkala keteladanan ada dalam mahasiswa itu sendiri. dan memang itu bukanlah retorika belaka. Melalui peran agama juga, masyakarat akan lebih dekat dengan mahasiswa, karena bukan rahasia umum lagi jika dalam sejarahnya, suatu peradaban dapat berubah karena telah diintervensi oleh nilai-nilai keagamaan. Jika dianalogikan juga, Ia seperti mata uang yang tetap laku dijual dimanapun kita berada, karena semua orang khususnya di indoensia yang mayoritas Islam ini sudah mengenal apa itu islam. Maka itu akan menjadi peluang besar dalam membangun kekuatan tersebut. Jika hal ini bisa terealisasi, maka kekuatan masyarakat sebagai pemberi kekuatan baru bagi mahasiswa dapat dimungkinkan akan terjadi. Dan bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika simbiosis mutualisme antar mahasiswa dan masyarakat dapat terbangun sedemikian rupa.
Sebagai penutup, penulis mengutip suatu hadist yang erat sekali kaitannya dengan kondisi saat ini, “Ketahuilah bahwasanya pada setiap tubuh ada segumpal daging. Jika daging itu baik, akan baiklah seluruh anggota tubuhnya. Namun apabila dia rusak maka akaan rusak pula seluruh anggota tubuhnya. Ketahuilah bahwasanya segumpal daging itu adalah hati.”(HR. Bukhari dan Muslim)


Essay Nasional-LDK (LABORATORIUM DAKWAH KREATIF) (Juara Terbaik I Universitas JAMBI)

“LDK (LABORATORIUM DAKWAH KREATIF)”  Optimalisasi Peran Lembaga Dakwah dalam Menciptakan Budaya Kampus Yang Islami Sebagai Upaya Dalam Pembentukan Karakter Anti Korupsi
Oleh :
Abd.Gafur ( A1C012001), Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, Angkatan Tahun 2012
CP : 087863320605
1. PENDAHULUAN
            Indonesia merupakan negara yang berbudaya. Dengan keragaman budaya yang dimiliki, tentu diharapakan Bangsa Indonesia memiliki karakter dan budi pekerti luhur. Namun realita di lapangan, terjadi degradasi moral yang mengancam masa depan Indonesia. Salah satu fenomena yang menjadi pembicaraan hangat semua kalangan adalah korupsi. Jumlah angka korupsi di Indonesia kian meningkat. Informasi tersebut tertera dalam artikel yang diakses dari ( http:/www.akhirzaman.info) yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara terkurup dari 16 negara tujuan inverstasi di Asia Pasifik. Sehingga Indonesia harus menanggung beberapa konsekusensi, seperti yang dijelaskan oleh (Maouro,1995) korupsi dapat memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
            Korupsi adalah salah satu isu yang paling krusial yang sangat penting untuk di selesaikan bangsa ini. hal ini terlihat dari maraknya tindak pidana korupsi yang telah menyebar ke berbagai sektor pemerintahan, mulai dari pejabat Eksekutif, Legislatif hingga pejabat hukum (Yudikatif). Berikut tabulasi data penanganan Korupsi (oleh KPK) tahun 2004-2013 ( per 31 Oktober 2013, http :// acch.KPK.go.id
(Maaf tabelnya harus saya hapus karena dak muat )
            Melihat table diatas, tentu timbul keprihatinan. Kemana akan dibawa bangsa yang berbudaya ini ? kemana akan dibawa harapan-harapan mereka yang berada di bawah ? bagaimana air mata itu akan dihapus ?.
Banyak yang menyatakan bahwa korupsi adalah budaya masyarakat Indonesia secara turun temurun bahkan menjadi warisan VOC yang kala itu adalah perusahaan besar Belanda di Indonesia yang Berjaya selama 297  tahun dan harus bangkrut akibat korupsi yang dilakukan oleh birokrat-birokrat di dalamnya. Sedangakan berdasarkan pasal 2 UU No.3 tahun 1999 korupsi adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Revida (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi ( 23,8%), hambatan struktural administrasi (17,2%), hambatan struktural social ( 7,08 %).
            Ketika kita berbicara mengenai korupsi dan mempertanyakannya “Kapankah kata korupsi akan lenyap dari Indonesia ?” maka jawabanya sederhana. “Lihat dan perhatikan pelaksanaan pendidikan Indonesia”, jika masih ada yang merelakan diri kehilangan kejujuran demi selembar ijazah, maka korupsi belum berakhir. Bahwasanya pendidikan sangat memperngaruhi kualitas moral seseorang. Pendidikan yang terlaksana dengan bijaksana, tentu akan memberikan hasil yang berbeda.
            Lalu siapa yang merelakan kehilangan karakter demi selembar ijazah ? semua tentu tahu “Generasi muda Indonesia“. Pemuda yang seharusnya menjawab harapan rakyat, pemuda yang seharusnya menjadi penghapus tangis rakyat. Apakah sistem pendidikan yang salah ?. Berjuta rakyat Indonesia menyalahkan sistem pendidikan. Padahal, sistem tidak pernah salah. Yang salah tentu orang yang menjalankannya. Pendidikan yang sesungguhnya adalah pendidikan yang mengedepankan transfer of value diiringi transfer of knowlage yang menjadi bekal manusia untuk hidup.
            Tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,pasal 31 ayat 3 menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang”. Kemudian untuk melaksanakan amanah tersebut ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pasal 3 dijelaskan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat watak serta peradaban kehidupan bangsa, bertujuan untuk dikembangkannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
            Mahasiswa bisa dikatakan merupakan sosok manusia yang sudah mengenal arti dari kehidupan secara real. Ketika sesorang dengan gelar mahasiswa, bisa dikatakan bahwa Ia telah memiliki pola fikir yang sangat idealis, yakni pola fikir yang mengarah kepada kepentingan sosial. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah barang tentu mahasiswa bisa dipandang sebagai benih yang dipersiapkan untuk difungsikan dikemudian hari. Untuk menciptakan benih yang berkualitas, tentu diperlukan lingkungan yang relatif kondusif, yang dipenuhi oleh nilai-nilai yang mengarah kepada karakter baik benih tersebut. Penerapan pendidikan karakter bangsa melalui pengembangan karakter individu peserta didik tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial dan budaya peserta didik ( syawal,2012).
            Di setiap kampus kini telah tersebar berbagai bentuk organisasi dengan berbagai visi misi yang ditawarkannya. Mulai dari organisasi yang mengarah kepada perpolitikan, ekonomi masyarakat, dan tidak kalah eksisnya organisasi dakwah yang yang selalu berusaha menanamkan nilai-nilai keislaman dalam aktivitas kampus setiap harinya
            Jika dilihat dari fungsi dan tujuannya, organisasi dakwah kampus ini sudah barang tentu bisa dikatakan sebagai wadah yang sangat tepat untuk menjawab permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat sekarang ini. dengan adanya wadah ini setidaknya akan memberikan kontribusi dalam penyaluran nilai-nilai moral kepada calon-calon penerus bangsa kelak. namun dari hasil pantuan sampai sekarang ini, meskipun telah banyak berdiri organisasi dakwah kampus disetiap universitas, ternyata belum memperlihatkan hasil yang begitu signifikan. Bisa dilihat dari jumlah anggota atau kader yang berada dalam organisasi tersebut. Tidak sedikit organisasi dakwah ini memiliki kader yang memprihatinkan, padahal dari segi tugas di dalam kampus, untuk menciptakan budaya yang islami tentu harus memiliki sumber daya yang memadai.
            Oleh sebab itu diperlukan solusi untuk membangun lembaga dakwah yang lebih kreatif. Sudah saatnya membangun lembaga yang bisa menjadi tempat bereksperimen dalam memformulasikan dan membentuk strategi jitu dalam menciptakan karakter seseorang. Tempat meracik segala obat yang tepat bagi beberapa pasien yang memerlukan. Dan sudah saatnya lembaga ini memiliki dokter karakter yang berkualitas dan profesional dalam hal pemberdayaan sosial di areal kampus.
Peran Mahasiswa dalam dakwah islam
Dakwah islam di kampus-kampus telah mengalami banyak perkembangan. Perubahan dan perbaikan yang terjadi serta hasil-hasil sedikit demi sedikit dapat dirasakan. Pengelolaan dakwah kampus dengan manhaj dakwah kampus telah mengantarkannya pada kondisi seperti hari ini. Bergulirnya secara masif konsep dan format da’wah kampus yang didasarkan pada tiga kompetensi peran dan fungsi mahasiswa telah juga memperlihatkan pencapaian dan perkembangan yang dapat dicermati.Mengacu pada konsep dan formulasi dakwah kampus yang telah digulirkan, yaitu bahwa mahasiswa memilki setidaknya 3 peran dan fungsi besar diantaranya;
Pertama: peran dan fungsi da’wiyah, sebagai benteng moral . Dimana seorang mahasiswa muslim dengan keislamannya menjadi sosok manusia berkepribadian Islam yang hidup di tengah masyarakat kampus dan menyebarkannya kepada yang lainnya. Dengan berpagar pada prinsip, nilai dan norma Islam, pribadi–pribadi ini hidup bersama dan berjalan dalam lingkungan kampus, yang dikemudian hari diharapkan terbangun sebuah komunitas mahasiswa sebagai sebuah entitas moral yang masif (moral credibility).
Kedua : peran dan fungsi intelectual, sebagai iron stock (cadangan keras). Tak dapat dipungkiri, keberadaan mahasiswa di kampus pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang mencari tetes demi tetes tinta ilmu yang mengalir dalam bangku kuliah. Ini adalah misi asasi ketika seseorang memasuki dunia kampus sebagai mahasiswa. Sehingga budaya, kebiasaan dan cara berfikirnya pun disinergikan dengan berbagai hal yang melingkupinya sebagai intelektual. Cerdas, objektif , argumentatif, ilmiah dan semangat berprestasi, itulah kira-kira serentetan sosok yang melekat pada dirinya. Dan secara futuristik kelompok masyarakat terbatas inilah yang akan banyak berperan dalam banyak partisipasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara langsung. Jumlahnya memang terbatas dibandingkan orang kebanyakan. Karena memang kesempatan memperoleh pendidikan yang layak dinegeri ini masih terbatas. Inilah yang coba dikembangkan oleh da’wah kampus untuk membangun barisan intelektual yang cerdas, objektif, argumentatif, ilmiah dan semangat berprestasi yang berafiliasi pada Islam. Sehingga komunitas yang terbangun menjadi sebuah entitas intelektual yang bervisi keummatan. (Intelectual credibility).
Ketiga : peran dan fungsi siyasiyah sebagai agent of change (agen perubahan).
Sudah menjadi tabiat sosial politik di dunia berkembang, di mana dalam proses penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat acapkali terjadi ketimpangan sosial yang tak terjembatani dan unbalancing power. Pada kondisi seperti ini biasanya, kampus dan mahasiswa sebagai bagian dari gerakan pro demokrasi dan perubahan, memainkan perannya secara signifikan sebagai jembatan sosial dan balancing power. Tak pelak lagi, layaknya kekuatan politik, gerakan mahasiswa mengambil perannya sebagai ‘oposisi’ bagi kekuasaan dengan ciri dan gayanya yang khas. Dalam kondisi yang demikian, da’wah kampus mengambil bagian perannya dalam menjembatani ketimpangan sosial tersebut, dan menjadi penyeimbang kekuasaan melalui gerakan mahasiswanya, dan tentunya dengan visi mengarahkan itu semua agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik serta berpihak kepada ummat. (Social Political Crediblity)
Formulasi Dakwah Kampus kreatif
Tak bisa kita elakkan pula dalam penyusunan strategi ini, kondisi mahasiswa dan lingkungannya sangat unik. Sebutlah di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), di mana sebagian mahasiswanya mungkin sudah paham Islam, sehingga mereka menilai mengikuti LDK menjadi tidak ada manfaatnya. Akhirnya dibutuhkan pola dakwah khusus di mana organisasi dakwah menjadi seperti pusat Inkubasi Pemikiran Islam, barulah banyak yang mengikuti. Karena, para mahasiswa disana justru melihat organisasi dakwah sebagai tempat belajar Islam yang lebih advance. Dalam tulisan ini ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh lembaga dakwah dalam meningkatkan kapasitas serta pengaruh yang lebih luas lagi dalam penanaman nilai islam di lingkungan kampus, di antaranya sebagai berikut :
1. Kreatif dalam Membuka Jaringan ke Tokoh
Membangun jaringan adalah sebuah langkah maju untuk mengembangkan lembaga dakwah. Jaringan di sini adalah pihak lain, selain lembaga dakwah yang bisa jadikan partner dalam bekerjasama untuk membesarkan lembaga dakwah atau mungkin jaringan ini bisa sebagai supporter  dari lembaga dakwah. Paradigma yang perlu dibangun dalam jaringan ini adalah, membangun jaringan bukan berarti ekspansi dakwah, akan tetapi dalam rangka membangun external support system bagi Lembaga dakwah itu sendiri
Tokoh adalah seseorang yang mempunyai pengaruh luas terhadap masyarakat pada tingkat tertentu dikarenakan potensi atau kekuasaan yang dimilikinya. Membangun jaringan ke tokoh publik bagi sebuah lembaga dakwah juga perlu dilakukan dalam rangka menguatkan kedudukannya di mata publik. Suatu lembaga yang diakui secara moral, sosial maupun politik oleh seseorang akan mempunyai sebuah gain power yang bisa digunakan untuk menguatkan daya aruh sebuah lembaga. Sebagai gambaran tokoh publik apa saja yang bisa dijadikan objek membangun jaringan, antara lain : Tokoh seni dan olahraga ; Tokoh sosial dan agama; Tokoh politik; Tokoh intelektual; duta besar;  Pengusaha; dan Pejabat pemerintahan.
Pada persiapan awal butuh disiapkan secara individu kader yang akan membangun jaringan ini, memang dalam membangun jaringan, akan ada sebuah tim yang fokus pada pembangunan jaringan ini, akan tetapi kemampuan dan kesiapan personal dalam tim tersebut harus disiapkan dengan baik.
1.      Setiap kader jaringan memiliki perangkat pembangun jaringan dan identitas lembaga. (seperti kartu nama atau jaket lembaga dakwah)
2.      Memiliki database pribadi untuk mendokumentasian jaringan yang akan dibangun.
3.      Tertanam pemahaman jaringan yang berjaringan. Dengan kata lain, jaringan yang ada merupakan sumber penemuan jaringan berikutnya.
4.      Kemampuan intrapersonal, adaptif, berkomunikasi, retorika, etika, bernegosiasi dan inisiatif yang baik.
5.      Tertanam bahwa jaringan yang dibangun akan dapat mendukung gerak lembaga dakwah
Sebagai individual perlu dibangun nilai-nilai di atas. Bentuk persiapan bisa dengan dua hal, yakni training dan sharing dengan kader yang lebih berpengalaman. Kemampuan membangun jaringan perlu dilatih dan diasah, tidak cukup hanya dnegan pandai berkomunikasi maka ia sudah bisa dikatakan ahli jaringan, seorang kader perlu punya kemampuan lebih dari itu, ia harus berkemampuan adaptif dengan baik, etika publik yang bisa diterima oleh siapapun, serta kemampuan intrapersonal yang baik.
2. Kreatif Terhadap Teknologi
Di balik perkembangan teknologi yang begitu pesat, ternyata masih banyak kader dakwah yang belum juga mengenal apalagi akrab dengan teknologi yang sudah jelas membantu perjuangan dakwah itu sendiri. Setelah memposisikan diri terhadap teknologi, inilah “PR” organisasi dakwah selanjutnya, mengenalkan kader-kadernya dengan teknologi. Terkadang ada tugas dakwah yang urgen, seperti publikasi kegiatan syiar Islam atau mengklarifikasi isu-isu terhadap Islam. Salah satu contoh pentingnya teknologi yaitu ketika di Jerman diadakan voting mengenai keberadaan Islam. Suara umat sangat menentukan dihapus atau tidaknya Islam dari negara itu.  Pada saat-saat seperti inilah dibutuhkan kader sigap, tanggap, dan cekatan yang keahliannya dapat dimanfaatkan kapan pun dan dimana pun. Dengan teknologi, seperti e-mail juga dapat segera mengetahui keadaan saudara/saudari kita di Palestina. Sebuah surat yang dikirim saudara kita langsung dari Palestina mengetuk pintu hati kita untuk selalu bersyukur dan tetap memperjuangkan Islam.

Saat itu, hanya dengan e-mail mereka bisa mengabarkan kita. Inilah yang Allah sebutkan dalam firmanNya “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu merugi. Kecuali mereka yang beriman dan banyak berbuat amal shaleh dan saling berpesan-pesanan satu sama lain dengan kebenaran dan kesabaran” (Q.S. Al Ashr:1-3). Kini kader dakwah tidak perlu memandang teknologi sebagai suatu petaka karena status petaka atau rahmat tergantung dari niat seseorang dalam pemanfaatannya. Karena kita menggunakan teknologi sebagai sarana dakwah, tentu teknologi adalah rahmat bagi kita semua.